Jika sedang berkunjung ke Semarang, sempatkanlah mampir ke Jalan Gang Lombok. Di kawasan Pecinan terbesar Kota Semarang ini, kita akan menemukan replika perahu Laksamana Zheng He yang unik. Tepat di seberang perahu tersebut, berdiri megah Kelenteng Tay Kak Sie dengan bangunan-bangunan tuanya yang khas.
Awalnya, Kelenteng Tay Kak Sie didedikasikan untuk pemujaan Dewi Kwan Im Po Sat, Dewi Welas Asih. Seiring berjalannya waktu, kelenteng terbesar dan terlengkap di Semarang ini berkembang menjadi tempat pemujaan berbagai dewa-dewi dari aliran Tao dan Konfusianisme. Dibangun pada tahun 1746, nama “Tay Kak Sie” yang berarti “Kuil Kesadaran Agung” terpahat jelas di pintu masuknya. Nama ini diberikan oleh Kaisar Dao Guang (1821-1850) dari Dinasti Qing, seperti yang tertera pada prasasti di pintu masuk tersebut.
Seperti kelenteng pada umumnya, Klenteng Tay Kak Sie juga kaya akan ornamen dan simbol-simbol yang berhubungan dengan kepercayaan aliran Buddha, Tao, dan Konfusianisme. Misalnya, atap klenteng berhiaskan sepasang naga sedang memperebutkan matahari. Naga dalam mitologi Tionghoa merupakan binatang yang melambangkan keadilan, kekuatan, dan penjaga barang-barang suci. “Naga atau Liong punya kekuatan untuk mengubah bentuknya, itu berarti kewaspadaan yang tinggi,” papar Liem Gie Hong, seksi penerima tamu kelenteng. Sepasang naga yang berada di atap tersebut merupakan simbol penjaga kelenteng dari pengaruh jahat.
Dilihat dari segi arsitektur, Kelenteng Tay Kak Sie merupakan kelenteng yang paling indah, baik dari segi ornamen maupun hiasan-hiasannya. Jika dibandingkan dengan kelenteng lain yang berada di Semarang, konstruksi gaya Tiongkok terlihat jelas pada bagian tiang penahan bangunan yang terbuat dari kayu berbentuk segitiga. Sistem penahan bingkai berbentuk segitiga tersebut atau dalam bahasa Mandarin disebut dou-gong ini difungsikan untuk menahan kasa-kasa bagian atap depan, mirip bangunan kelenteng pada abad 19.
Kelenteng Tay Kak Sie merupakan kelenteng yang paling indah, baik dari segi ornamen maupun hiasan-hiasannya.
Pada hari-hari tertentu, kelenteng ini mengadakan berbagai upacara keagamaan yang banyak menarik pengunjung untuk datang ke sini. Pengunjung yang datang ternyata tidak selalu beretnis Tionghoa. Masyarakat sekitar pun turut meramaikan dan ikut menyaksikan berbagai pementasan kesenian yang diadakan. Bahkan, hal tersebut juga menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan asing untuk berkunjung ke Semarang.