Permainan tradisional di tengah zaman yang serba modern bagaikan telur di ujung tanduk. Pengaruh modernisasi yang tidak dapat dihindari membuat permainan tradisional semakin tersisih. Karenanya, dibutuhkan kepedulian yang sangat tinggi agar permainan tradisional tetap lestari dan tidak tertelan zaman.
Salah satu permainan tradisional yang lahir dari kebudayaan asli masyarakat Indonesia adalah egrang. Untuk memainkan permainan ini, dibutuhkan alat peraga yang terbuat dari bambu. Dua bilah bambu dipotong dengan panjang sekitar 2-3 meter. Setelahnya, masing-masing bilah diberi pijakan. Ukuran pijakan sekitar 30 centimeter dan diberi siku agar mampu menyangga tubuh si pemain.
Cara memainkan egrang sangat sederhana. Si pemain cukup menaruh kaki pada pijakan dan tangannya memegang bambu bagian atas. Masing-masing bilah bambu diangkat secara bergantian, digerakkan menuju arah yang diinginkan.
Terdengar mudah, tapi ternyata memainkannya tidak semudah yang dibayangkan. Diperlukan kemampuan menyeimbangkan badan dan latihan khusus untuk bisa berjalan seimbang menggunakan egrang.
Sebagai permainan tradisional, egrang bisa dibilang sebagai permainan lintas budaya. Permainan tradisional ini tidak hanya lahir dan berkembang di satu wilayah. Selain di Jawa Timur, masyarakat Lampung Selatan juga mengenal permainan serupa dengan nama egrang. Sementara, di Jawa Tengah, masyarakat mengenal permainan ini dengan nama jangkungan – konon nama ini berasal dari nama burung yang memiliki kaki panjang.
Baca juga: Pepadun adalah Masyarakat Adat Lampung
Para pemain egrang biasa saling mengadu kecepatan. Perlombaan adu kecepatan ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa. Perlombaan adu kecepatan dengan egrang membutuhkan ketangkasan, kecepatan, dan keseimbangan. Hal ini sesuai dengan filosofi permainan tradisional tersebut, bahwa hidup haruslah seimbang agar sampai pada tujuan yang diharapkan.