Merebahkan Tiang Ayu, Sebuah Prosesi Sakral - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

merebahkan_tiang_ayu_1200.jpg

Merebahkan Tiang Ayu, Sebuah Prosesi Sakral

Tiang Ayu yang didirikan selama tujuh hari akhirnya direbahkan, dan menjadi simbol penutupan Erau.

Tradisi

Erau merupakan kegiatan atau acara adat yang memiliki makna sakral, ritual, dan juga hiburan. Upacara ini menjadi pesta adat tahunan yang rutin diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Upacara adat ini pertama kali diadakan ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti yang berusia lima tahun mengadakan tijak tanah dan mendi ke tepian. Saat dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325 Masehi) Erau kembali diadakan. Dan sejak saat itu, Erau digelar setiap terjadi pergantian dan penobatan Raja Kutai.

Pada zaman dahulu, Erau diadakan selama 40 hari 40 malam. Namun, pada masa sekarang acara ini hanya diadakan selama 8 hari 8 malam yang bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Tengarong, yaitu setiap tanggal 29 September. Upacara adat Erau pun ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Berbenda sejak tahun 2016.

Erau berasal dari bahasa Kutai, yaitu eroh yang memiliki arti ramai, ribut, atau suasana yang penuh dengan sukacita. Upacara ini menjadi upacara yang paling besar dan meriah bagi masyarakat Kutai. Erau memiliki tujuan untuk menepungtawari (menelah) tanah, air, hutan, dan juga raja yang berkuasa. Melaksanakan Erau dipercaya oleh masyarakat Kutai dapat mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.  Salah satu rangkaian upacara Erau yang tidak pernah terlewatkan adalah merebahkan Tiang Ayu. Kegiatan ini bahkan dijadikan sebagai simbol penutupan upacara Erau.

Erau berasal dari bahasa Kutai, yaitu eroh yang memiliki arti ramai, ribut, atau suasana yang penuh dengan sukacita.

Prosesi Merebahkan Tiang Ayu

Tiang Ayu adalah sebuah tombak pusaka sepanjang 2 meter yang disematkan sebuah kantung kain berwarna kuning. Tombak pusaka yang digunakan sebagai Tiang Ayu bernama Sangkok Piatu. Tombak ini adalah milik raja pertama Kutai, Aji Batara Agung Dewa Sakti yang hanya diperlihatkan atau dipakai pada acara-acara sakral kesultanan. Di dalam kantung kuning yang disematkan pada tombak pusaka biasanya terdapat kelengkapan ritual lain yaitu tali juwita, kain cinde, janur kuning, daun sirih, dan juga buah pinang.

Ritual merebahkan Tiang Ayu dilaksanakan sekitar pukul 10 pagi, yaitu pada saat matahari mulai meninggi di ufuk timur. Menjelang pelaksanaan upacara perebahan Tiang Ayu, para pangkon laki dan pangkon bini (abdi dalem pria dan wanita) akan mulai duduk berjajar di sayap kanan dan kiri Ruang Stinggil. Di tengah-tengah ruangan, sultan dan para kerabat kesultanan duduk berjajar menghadap Sangkoh Piatu. Sementara itu, dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) akan duduk di sisi kanan dan kiri dari susunan tambak layang yang dilapisi selembar kasur berwarna kuning, tempat pembaringan Sangkoh Piatu.

Prosesi merebahkan Tiang Ayu akan dimulai ketika Sultan sudah hadir di dalam ruangan. Empat orang kerabat kesultanan berjajar di sisi Sangkoh Piatu. Kemudian, Sangkoh Piatu akan digoyangkan sebanyak tiga kali. Sangkoh Piatu digoyangkan layaknya menggoyahkan dan menumbangkan batang pohon. Setelah itu, Sangkoh Piatu direbahkan di atas kasur.

Prosesi merebahkan Tiang Ayu akan dimulai ketika Sultan sudah hadir di dalam ruangan.

Setelah Sangkoh Piatu direbahkan, dewa melaksanakan ritual tepong tawar di sekeliling Sangkoh Piatu. Lalu, dewa akan melakukan besawai dan membawa tepong tawar ke hadapan Sultan.

Pada ritual tersebut, air tepong tawar diusapkan pada punggung tangan, dahi, kepala, lutut, dan betis Sultan. Kemudian Sultan mengusapkan air kembang ke kedua kelopak matanya, serta menyapu wajah dan kepala. Ritual ini juga dilakukan kepada putra mahkota, kerabat-kerabat kesultanan, serta tamu kehormatan yang hadir. Ritual ini menjadi simbol penutupan upacara Erau.

Setelah prosesi merebahkan Tiang Ayu selesai, seluruh kerabat kesultanan, dewa, belian, serta para pangkon akan memberi selamat dan sembah hormat kepada Sultan beserta putra mahkota atas terlaksanakannya Erau. Perayaan adat yang sudah berusia sekitar 700 tahun ini pun berakhir dengan mengucap syukur kepada Sang Pencipta.

Dalam rangkaian upacara Erau, semua pegangan adat diserahkan kepada Tiang Ayu pada saat Tiang Ayu berdiri selama tujuh hari, dan Sultan sebagai penyelenggara. Namun setelah posisi Tiang Ayu direbahkan ke posisi semula, maka semua adat akan kembali kepada Sultan. Sehingga Sultan menjadi pemegang adat tertinggi di kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Dalam rangkaian upacara Erau, semua pegangan adat diserahkan kepada Tiang Ayu pada saat Tiang Ayu berdiri selama tujuh hari, dan Sultan sebagai penyelenggara.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

  • Kemdikbud
    Indonesia Kaya
    Indonesia Kaya
    Linimasa
    Inradio
    Pariwisata Indonesia