Hoyak Tabuik, Semaraknya Festival Tahunan Masyarakat Pariaman - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

hoyak_tabuik_1200.jpg

Hoyak Tabuik, Semaraknya Festival Tahunan Masyarakat Pariaman

Ajang yang paling ditunggu oleh ratusan ribu masyarakat Pariaman pada puncak perayaan Festival Tabuik setiap tahunnya.

Tradisi

Sejak pagi hari setiap ruas jalan di pusat Kota Pariaman sudah mulai dipadati oleh lautan manusia yang ingin menyaksikan saat-saat bagian-bagian dari patung tabuik disatukan dalam prosesi tabuik naik pangkek. Ketika hari beranjak sore, suasana akan semakin semarak, seiring dengan bergeraknya kedua patung tabuik dari Pasa dan Subarang menuju ke titik pertemuan kedua rombongan tersebut.

Itulah kira-kira sedikit gambaran puncak perayaan Festival Tabuik yang menjadi ajang paling ditunggu oleh ratusan ribu masyarakat setiap tahunnya. Kemeriahan puncak dari pesta rakyat ini tidak saja menjadi milik masyarakat lokal Pariaman, tetapi juga dirasakan oleh para wisatawan, baik lokal maupun internasional.

Seiring dimulainya prosesi arak-arakan tabuik ini, sebuah fenomena kemeriahan lain akan kita saksikan. Dalam riuhnya tabuhan gandang tasa yang mengiringi arak-arakan, kedua patung tabuik akan diguncangkan oleh puluhan orang yang bertugas di masing-masing rombongan.

Kemudian dengan sekuat tenaga, para pengusung akan memutar patung tabuik yang akan disambut teriakan lantang berulang-ulang dari anggota rombongan, “Angkat Hussein! Angkat Hussein! Angkat Hussein!”. Teriakan itu menjadi pertanda dimulainya salah satu momentum yang paling ditunggu-tunggu oleh segenap penonton prosesi hoyak tabuik.

Dalam Bahasa Minangkabau, hoyak berarti “mengguncangkan atau menggoyangkan.”

Dalam Bahasa Minangkabau, hoyak secara sederhana dapat diartikan dengan mengguncangkan atau menggoyangkan. Dalam konteks perayaan Festival Tabuik, hoyak dapat diartikan dengan mengguncangkan patung tabuik yang berjumlah sepasang. Patung setinggi belasan meter yang berbentuk makhluk Buraq ini dipercaya mengusung peti kayu berisi jenazah Hussein bin Ali RA.

Kedua patung tersebut dibuat oleh dua kelompok masyarakat yang berbeda, yaitu masyarakat Pasa yang tinggal di kawasan sekitar Pasar Pariaman dan Subarang, daerah seberang Sungai Pariaman, yang biasa disebut Kampung Jawa.

Patung setinggi belasan meter yang berbentuk makhluk Buraq ini dipercaya mengusung peti kayu berisi jenazah Hussein bin Ali RA.

Setiap tahunnya, masing-masing kelompok tabuik ini akan berusaha untuk tampil lebih baik dari kelompok yang lainnya yang tak jarang menimbulkan pergesekan antara kedua rombongan arak-arakan. Hal ini membuat momentum ketika keduanya berpapasan selalu menjadi saat-saat yang menegangkan bagi kedua kubu.

Kedua kelompok masyarakat, baik di Pasa maupun Subarang akan berlomba-lomba membuat konstruksi rangka tabuik yang kokoh sehingga tabuik milik mereka kuat saat dihoyak. Selain kokoh, faktor estetika juga menjadi perhatian dua kelompok ini sehingga bagian luar dari tabuik akan dihias seindah mungkin oleh para seniman pembuatnya.

Adanya dekorasi berupa bentuk bunga salapan dan warna-warni yang meliputinya, menjadikan patung tabuik terlihat indah saat berputar serta diguncangkan. Patung tabuik ini membuat prosesi hoyak tabuik menjadi hiburan yang menarik bagi mereka yang menyaksikannya.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya