Tembok merah berdiri rapi dan kokoh di Kompleks Keraton Kasepuhan. Di dalamnya terdapat bangunan menyerupai bentuk limas dengan 3 tingkat di bagian atapnya. Meski terlihat kuno dan tua, namun bangunan ini tetap tangguh meskipun sudah melewati banyak zaman. Inilah masjid bersejarah di Kota Cirebon, Masjid Sang Cipta Rasa.
Masjid Sang Cipta Rasa dibangun pada zaman Sunan Gunung Jati tahun 1408. Saat itu, Sunan Kalijaga dan Raden Sepat ditugaskan untuk menjadi arsitektur dalam pendirian masjid. Lima ratus pekerja dari Majapahit, Demak, dan Cirebon, dikerahkan untuk menyelesaikan pembangunan yang konon dikerjakan hanya dalam rentang waktu semalam.
Gaya arsitektur masjid mengambil perpaduan gaya Jawa dan Hindu Majapahit. Hal ini bisa dilihat dari gapura di bagian halaman masjid dan serambi, serta atap masjid yang menyerupai rumah Joglo, yaitu rumah adat masyarakat Jawa.
Gaya arsitektur masjid mengambil perpaduan gaya Jawa dan Hindu Majapahit.
Secara umum, masjid ini mempunyai 9 pintu sebagai jalan masuknya. Satu pintu utama dan delapan di sisi kanan dan kiri. Pintu utama masjid yang berukuran 240 cm hanya dibuka pada saat salat Jumat dan hari besar Islam lainnya, seperti Maulid Nabi, salat Idulfitri, dan Iduladha. Sedangkan pintu di bagian samping dibuat lebih rendah dengan ukuran 160 cm. Hal ini menyimbolkan bentuk penghormatan dan merendahkan diri saat memasuki masjid. Selain itu bertujuan juga untuk menyamakan bahwa kedudukan manusia di mata tuhan sama dan sederajat.
Masjid Sang Cipta Rasa pada awalnya dibangun dengan 12 tiang penyangga atau saka guru yang terbuat dari kayu jati. Namun karena faktor usia, kayu penyangga ditopang dengan tiang-tiang yang terbuat dari besi serta menambahkan 18 penyangga baru saat pemugaran yang dilakukan pada tahun 1977.
Pada bagian mihrab atau tempat imam memimpin salat terdapat tiga ubin yang dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang. Ketiga unsur ini mewakili iman, Islam, dan ihsan. Terdapat unsur Majapahit yang terukir dalam mihrab tersebut, dan memiliki kuncup daun teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga.
Ketiga unsur ini mewakili iman, Islam, dan ihsan.
Mimbar dibangun menyerupai kursi dengan tiga anak tangganya. Mimbar yang diberi nama Sang Ranggakosa ini terukir motif membentuk bunga dan rantai disetiap sisinya.
Masjid ini juga didekorasi dengan maskurah. Bangunan atau pagar yang terbuat dari kayu ini merupakan tempat yang diperuntukan bagi keluarga Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Letaknya berada paling depan di sebelah kanan dan paling belakang di bagian kiri.
Masjid Sang Cipta Rasa memiliki makna bangunan yang agung, sengaja dibangun untuk dipergunakan umat untuk beribadah kepada sang maha pencipta, Allah SWT. Hal ini tercermin dalam tiga kata yang mewakili nama masjid, yaitu “sang” yang berarti keagungan, “cipta” yang bermakna dibangun, dan “rasa” yang berarti digunakan.
Masjid Sang Cipta Rasa memiliki keunikan pada pelaksanaan salat Jumat.
Terletak di kelurahan kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk, Masjid Sang Cipta Rasa memiliki keunikan pada pelaksanaan salat Jumat. Jika biasanya masjid-masjid lain hanya menggunakan satu muazin untuk mengumandangkan adzan, ini tidak terjadi di Masjid Sang Cipta Rasa. Tujuh muazin dikerahkan untuk memanggil para jamaah yang akan melaksanakan ibadah salat Jumat.
Tradisi ini berawal dari gangguan Aji Menjangan Wulung yang kerap datang menjelang salat subuh dan menebar petaka. Beberapa muazin yang mencoba mengumandangkan azan menjadi korban amukannya. Untuk menghalaunya, Sunan Gunung Jati memerintahkan tujuh muazin mengumandangkan azan secara serempak. Sejak saat itu, Aji Menjangan Wulung tak pernah lagi mengganggu ibadah di Masjid Sang Cipta Rasa.
Selain itu terdapat sumur zam-zam atau disebut “bayu cis” oleh masyarakat setempat. Konon air yang mengalir dari sumur ini dapat mengobati berbagai macam penyakit dan memudahkan rezeki bagi orang yang memimumnya.