Berebut Lawang, Tradisi Bersambut Pantun dalam Pernikahan Belitung - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Berebut_lawang_1200.jpg

Berebut Lawang, Tradisi Bersambut Pantun dalam Pernikahan Belitung

Seperti pernikahan Betawi, tradisi ini juga meminta perwakilan mempelai laki-laki untuk beradu pantun dengan perwakilan mempelai wanita.

Tradisi

Jika masyarakat Betawi memiliki tradisi palang pintu, masyarakat Belitung pun memiliki satu tradisi beradu pantun yang biasa disebut berebut lawang.

Sama seperti palang pintu, dalam tradisi ini pihak perwakilan mempelai laki-laki harus berani beradu pantun dengan pihak mempelai wanita agar diberikan izin untuk memasuki rumah sang calon istri.

Dalam berebut lawang, pihak mempelai laki-laki harus melewati tiga pos yang sudah dibuat oleh pihak wanita. Pertama, saat hendak memasuki halaman rumah sang mempelai wanita, perwakilan laki-laki sudah dihadang oleh wakil mempelai wanita. Di sini, beradu pantun sudah dimulai dan biasanya berisi pantun yang mengenalkan calon suami dan keluarganya ke pihak calon istri.

Dalam berebut lawang, pihak mempelai laki-laki harus melewati tiga pos yang sudah dibuat oleh pihak wanita.

Sukses melewati pos pertama, rombongan dihadang kembali di pos kedua tepat di depan pintu masuk rumah mempelai wanita. Sama seperti di pos pertama, di sini pihak perwakilan laki-laki kembali dihadang dan melancarkan pantun berisi ucapan salam kepada sang pemilik rumah.

Pos ketiga atau pos terakhir yang harus dilewati perwakilan mempelai ada di depan kamar mempelai wanita. Di sini, pantun kembali dilancarkan agar sang mempelai laki-laki diberikan izin masuk ke dalam kamar menemui calon istrinya.

Tak hanya melancarkan pantun, pihak perwakilan mempelai laki-laki juga harus memberikan ‘uang perayu’ di setiap pos yang didatangi.

Tidak hanya berpantun, di setiap pos, pihak perwakilan mempelai laki-laki juga harus memberikan ‘uang perayu’ kepada perwakilan mempelai wanita. Uang ini sebagai syarat agar diberikan izin melewati pos-pos tersebut. Uang yang diberikan tidak menjadi milik pengantin wanita. Uang tersebut digunakan untuk membantu kelancaran jalannya pernikahan.

Oleh perwakilan mempelai wanita, ‘uang perayu’ tersebut akan diberikan kepada beberapa pihak. Uang perayu yang didapat di halaman rumah akan diberikan kepada tukang masak nasi dalam pernikahan tersebut. Sedangkan uang perayu yang diterima di depan rumah akan diberikan kepada ketua hajatan. Terakhir, uang perayu akan diserahkan kepada tukang rias kedua mempelai atau biasa disebut Mak Inang.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya