BIJAK BERKELANA: The Art of Traveling, Bukan Hanya Sekedar Berpindah Tempat - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

BIJAK BERKELANA: The Art of Traveling, Bukan Hanya Sekedar Berpindah Tempat

bijak-berkelana-the-art-of-traveling-bukan-hanya-sekedar-berpindah-tempat-cover3-1.jpg

BIJAK BERKELANA: The Art of Traveling, Bukan Hanya Sekedar Berpindah Tempat

Sebagai traveler yang sudah biasa bepergian, berpindah tempat dari satu daerah ke daerah lain, tentunya kita akan bertemu dengan orang-orang baru dan pengalaman baru juga. Hal ini menuntut seorang traveler agar bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan yang didatangi..

Pojok Editorial

“..Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.

Peribahasa satu ini tentunya sangat tak asing di telinga bukan? Saat di bangku sekolah dasar atau menengah, seringkali ibu-bapak guru kita menggunakan ungkapan ini. Peribahasa ini memiliki arti bahwa dimanapun kita berada, kita harus mengikuti atau menghormati adat istiadat yang ada.

Sebagai traveler yang sudah biasa bepergian, berpindah tempat dari satu daerah ke daerah lain, tentunya kita akan bertemu dengan orang-orang baru dan pengalaman baru juga. Hal ini menuntut seorang traveler agar bisa beradaptasi cepat dengan lingkungan yang didatangi. Namun, saya beberapa kali mengalami pengalaman yang kurang enak ketika menemui traveler yang lupa akan pentingnya menghargai norma-norma atau adat istiadat yang berlaku pada tempat yang mereka kunjungi. Sekali waktu, saat berada di suatu pulau provinsi Nusa Tenggara Barat, saya menemui seorang traveler yang jengkel hanya karena diingatkan oleh salah satu warga setempat agar mengenakan pakaian yang lebih sopan. Traveler tersebut tetap berkicau bahwa dia tidak bersalah menggunakan pakaian minim itu dengan alasan bahwa ini di pulau dan daerah pantai. Ternyata baru diketahui jika pulau yang didatangi ini terdiri dari penduduk yang mayoritas beragama Islam dan cukup memegang teguh nilai-nilai agama. Hal ini sangat tidak pantas terjadi pada saat bepergian.

Kejadian seperti itu sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja, terlebih pada orang-orang yang baru pertama kali traveling. Semua orang mempunyai hak yang sama untuk berkelana, mengunjungi desa-desa di pelosok, mendaki gunung, berkemah di hutan, atau menikmati keindahan bawah laut dengan diving atau sekedar snorkeling. Segala hal tersebut dapat dilakukan dengan tetap bisa bertanggung jawab kepada lingkungan sekitar. Sebelum kembali berkelana, tidak ada salahnya untuk kembali membuka mata dan telinga kita agar kita bisa menghindari hal-hal tersebut. Berikut ini adalah hal-hal yang bisa kalian perhatikan ketika traveling nanti yang dirangkum berdasarkan pengalaman saya pribadi.


 
1. Keep it clean! Lestarikan alam kita.
Alam selalu membuka pintu bagi siapa saja yang ingin menikmatinya. Alam itu baik, bahkan mereka tidak memerlukan manusia. Namun, seringkali manusia hadir sebagai perusak dari alam itu sendiri. Sebagai seorang traveler, bantulah agar alam yang kalian datangi tetap lestari dengan menjaganya, tidak merusak atau mengotori. Vandalisme masih ditemui di berbagai tempat wisata. Kalau dipikir, apa kerennya sih?

“Take nothing, but pictures. Kill nothing, but times. And leave nothing, but footprints.”

2. Know your destination first!
Pertimbangan untuk memilih tempat berlibur atau berkelana jadi suatu faktor penting juga, terutama status dari tempat yang hendak didatangi. “Know” disini berarti kita mengetahui informasi-informasi sederhana tentang tempat yang akan kita kunjungi. Sebagai pengingat, beberapa tahun lalu sempat ramai berita bahwa ekosistem Cagar Alam Pulau Sempu rusak karena banyaknya jumlah pengunjung yang datang dan berkemah disana. Status Cagar alam seharusnya sudah menjadi peringatan bagi kita untuk tidak mengunjungi tempat tersebut. Cagar Alam yang sudah jelas diperuntukkan untuk konservasi flora dan fauna saja masih bisa kita rusak. Perlu diingat adalah tidak semua tempat indah harus didatangi. Pandailah dalam memilih destinasi untuk berkelana.

Contoh lainnya, status dari gunung. Status Siaga atau Waspada yang disematkan pada suatu gunung sudah seharusnya memberikan gambaran bagi para pendaki. Kegiatan pendakian ditutup artinya gunung tersebut berada dalam kondisi bahaya. Herannya masih banyak pendaki yang masih melanggar dan tetap melakukan pendakian. Bahkan kadang hal ini mereka sebar di media sosial.

3. The art of travelling: Respecting the norms and customs of the places.
Seperti yang disebutkan peribahasa di atas, bahwa kita harus menghormati budaya, adat istiadat, atau norma-norma yang berlaku di daerah yang kita datangi. Berlaku baik kepada warga sekitar, memakai pakaian yang sopan, dan tidak melakukan kerusuhan dengan perilaku serampangan yang dibawa dari kota adalah hal-hal yang bisa kita lakukan.

Sebuah kasus yang terkenal terjadi saat perayaan Waisak di Borobudur. Para pengunjung sibuk berdatangan untuk mengambil foto dengan sudut terbaik, berpose dengan latar yang unik, dan menunggu acara pelepasan lampion yang mengganggu kekhidmatan para pemeluk agama Buddha yang sedang beribadah. Sikap seperti ini sangat merugikan banyak pihak. Jadi, kita harus berpikir dua kali sebelum bertindak, pikirkan lagi keperluan orang banyak. Berlibur bukan berarti kita bisa selalu berlaku semau hati.

Traveling bukan hanya sekedar berpindah tempat, tapi lebih dari itu. Traveling bisa dibilang sebagai proses pembelajaran hidup, juga sebagai kesempatan untuk bercengkrama dan mengenal budaya lain, orang-orang baru, dan menambah pengalaman. Seharusnya hal itu menjadikan kita sebagai pribadi yang bertanggung jawab dan tahu diri, bukan malah sebaliknya.
Mau jadi traveler yang bertanggung jawab?
That’s your choice!
Mari mulai #BijakBerkelana.