Cari dengan kata kunci

setara-cover-1.jpg

Setara

Akhir tahun nggak akan lepas dari bahasan libur. Anak-anak sekolah pasti milih destinasi pantai, biar wolay banget gitu. ROI! juga pengen libur, sih, tapi kasian nanti warga kreatif

Pojok Editorial

Akhir tahun nggak akan lepas dari bahasan libur. Anak-anak sekolah pasti milih destinasi pantai, biar wolay banget gitu. ROI! juga pengen libur, sih, tapi kasian nanti warga kreatif nggak dapet informasi menarik yang mencerdaskan. Hahaha wae lah. Tapi, selama Ruben Onsu masih muncul di tv, ROI! masih bakal menyajikan berita seger.

Edisi penghujung tahun ini kami memilih Setara sebagai tema besar. Apaan setara? Sepantar? Kalau kata reporter kami, Lulu Aladawiya S., “setara” itu diambil dari kata “Nusantara”, yang pada bulan ini juga diperingati Hari Nusantara. Padahal, Hari Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember ini maksudnya sebagai penegas dan pengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Asa nggak nyambung. Tapi si Lulu juga heran kenapa idenya dipilih.

Eh tapi, kalau mengaitkan dengan apa yang ada di bulan Desember ini, “setara” punya kaitannya juga. Hari AIDS sedunia (1/12) dan Hari Hak Asasi Manusia (10/12) menekankan tentang kesetaraan kita sebagai manusia. Kan, di mata Tuhan, kita semua sama ya? Iya atuh. Di kehidupan sehari-hari juga, contohnya. Semua hal adalah sama, nggak ada yang jadi prioritas lebih, sama-sama penting dalam hal apa pun. Kalau ada salah satu yang lebih, pasti akan ada ketimpangan.

Hal-hal yang terjadi belakangan ini juga beberapa memiliki kaitan dengan usaha untuk “menyetarakan”. Misalnya, demo buruh yang bikin saya jadi harus ngobrolin ini pas ngopi di warung Pa Ade. Toh, hal itu nggak sepenuhnya negatif. Buruh juga butuh “setara” sebagai manusia, di mana mereka juga perlu mendapatkan hak-haknya.

Selain itu, pergerakan kreatif yang udah dibikin di Kampung Kolase (yang sekarang udah digusur huhu) dan Kampung Kreatif Dago Pojok juga bisa dianggap sebagai upaya menyetarakan daerah yang banyak orang sebut “kampung”. Bahwa berwisata nggak selalu harus level kampung gajah atau trans studio. Karena sekarang “kampung” juga menawarkan wisata yang nggak kalah banyak memberi pelajaran berharga. Edyan. Eh serius ai kamu.

Ah, tapi tetep aja ide si Lulu ini nggak nyambung. Eh nyambung ketang, karena masih banyak hal yang perlu disetarakan agar nggak timpang. Gitu deh. Selamat berlibur di akhir tahun! Jangan lupa kalau tahun besok teh tahun 2016.

Foto: Dita Andini
Salam manis,
Editor in Chief,

Pandu Arjasa

This will close in 10 seconds