Saat mendengar istilah ‘siput ekor kera’, seseorang mungkin akan merasa bingung karena membayangkan dua hewan yang berbeda. Di berbagai daerah di Indonesia, ‘siput’ merujuk pada hewan tidak bertulang belakang yang memiliki tubuh dilindungi oleh cangkang berbentuk spiral. Namun, di Bengkalis, salah satu kabupaten di Provinsi Riau, kata ‘siput’ justru berarti sanggul. Siput ekor kera, yang digunakan dalam upacara adat maupun kehidupan sehari-hari, memiliki hubungan erat dengan perkembangan kebudayaan Melayu serta seni menghias rambut. Lebih dari sekadar aksesori, sanggul ini juga melambangkan status sosial dan identitas budaya masyarakat setempat.
Kata ‘siput’ dalam bahasa Bengkalis berarti sanggul.
Dari segi filosofi, siput ekor kera mencerminkan nilai-nilai keanggunan, kekuatan, dan kesederhanaan. Bentuknya yang melingkar melambangkan siklus kehidupan, kesuburan, dan kesinambungan tradisi. Dalam masyarakat Riau, pemakaian sanggul ini merupakan ungkapan rasa hormat terhadap warisan budaya serta upaya untuk menjaga identitas lokal di tengah modernisasi. Sanggul ini juga sering dilengkapi dengan bunga atau perhiasan, menambah keindahan dan makna pada setiap penampilannya.
Menggali Ragam Siput Ekor Kera
Siput ekor kera terdiri dari 15 jenis yang dapat dibagi berdasarkan tiga golongan penggunanya. Sanggul untuk remaja terbagi menjadi enam jenis, yaitu siput jonget (dari Siak Indrapura, Kabupaten Bengkalis), siput bulat (Kabupaten Bengkalis), siput bingkar (Kabupaten Bengkalis), siput limau manis (Kabupaten Bengkalis), siput tanduk (Kabupaten Riau), serta siput ekor kera (Kabupaten Bengkalis).
Sedangkan untuk pengantin, siput ekor kera terbagi menjadi empat jenis, yaitu siput lipat pandan (Kabupaten Kampar), siput buntut cigak ekor kera (Kabupaten Bengkalis), siput lintang (Siak), dan siput tanduk (Polo Penjengat Tanjung Pinang, Kepulauan Riau). Sementara itu, sanggul untuk dewasa juga terbagi menjadi empat jenis, yaitu siput lintang (Indragiri Hulu), siput lipat pandan (Siak), siput jonget (Siak), dan siput naga bejuang.
Tahapan Pembuatan Siput Ekor Kera
Pembuatan sanggul ini diawali dengan pembagian rambut menjadi dua bagian. Bagian depan disasak sesuai bentuk wajah dan tubuh agar tampilan lebih proporsional. Sementara itu, bagian belakang diikat agak ke atas, sekitar 7 jari di atas hairline. Ukuran sanggul yang dihasilkan pun harus disesuaikan dengan proporsi tubuh si pemakai.
Ukuran sanggul yang dihasilkan harus disesuaikan dengan proporsi tubuh si pemakai.
Tambahkan cemara rambut sepanjang 80–100 cm dengan kuat, kemudian satukan dengan rambut asli dan pilin hingga halus. Arahkan pilinan rambut ke kiri, mengarah ke atas pangkal rambut, sehingga membentuk angka 8. Sisakan bagian rambut yang mengarah ke bawah untuk dibiarkan menjuntai, menciptakan bentuk yang disebut ‘sawok ayam mengeram’. Istilah ‘sawok ayam mengeram’ ini diambil dari kesan visual yang menyerupai ayam yang sedang mengeram di sarangnya, dengan bentuk yang bulat, lembut, dan rapi.
Juntaian sisa rambut yang dibentuk menyerupai ayam mengeram sebaiknya tidak mencapai kerah; cukup sampai dua jari di atas garis rambut. Setelah itu, rapikan sisa rambut menggunakan hairnet dan hairspray (produk kecantikan yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk tatanan rambut). Terakhir, tambahkan aksesori pada tempatnya untuk melengkapi penampilan.
Simbolisme dalam Aksesori Sanggul
Sebagai aksesori, umumnya terdapat jurai cemara pendek yang terdiri dari 5 atau 7 untaian (1 buah), dengan panjang jurai sekitar 1,5 jengkal, yang dipasang pada siput sebelah kanan dan menjurai ke bawah. Selanjutnya, tiga buah tusuk paun (ringgit) dipasang di tengah siput. Di sisi kiri, ditambahkan lima buah kembang melur, kenanga, dan kantil kuning (tiga buah di atas dan dua buah kantil putih di bawah), yang terbuat dari bunga segar atau imitasi satin.
Perbedaan ornamen juga mencerminkan status sosial pemakainya. Gadis keturunan raja atau bangsawan biasanya menggunakan ornamen berwarna emas, dipadukan dengan pakaian senada dan songket Siak, sementara kalangan rakyat biasa lebih memilih ornamen berwarna perak atau bunga melati.
Gadis keturunan raja atau bangsawan biasanya menggunakan ornamen berwarna emas, dengan pakaian senada dan songket Siak.
Perpaduan nilai filosofis yang mendalam dengan pengaruh kebudayaan Melayu menjadikan sanggul siput ekor kera sebagai simbol kebudayaan yang tetap relevan, meskipun mengalami perubahan zaman.