Indonesia sejak lama dikenal sebagai negara yang mempunyai keanekaragaman suku dan budaya. Hal tersebut tercermin dari beragamnya pola hidup masyarakat Indonesia, yang direprentasikan dengan rumah adat, peraturan adat, senjata tradisional, hingga pakaian adat yang dikenakan. Suku Dayak Ngaju misalnya, suku bangsa yang mendiami wilayah Kalimantan Tengah ini mempunyai pakaian adat yang dikenal dengan nama Sangkurat.
Sangkurat merupakan pakaian yang berbentuk rompi, terbuat dari kulit nyamu atau kulit daun lemba. Lemba atau yang dikenal dengan nama pohon pinang puyuh merupakan sejenis tanaman yang tumbuh secara berumpun. Tanaman ini biasa ditemukan di daerah lembab yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. Daun lemba berbentuk bujur dan berwarna hijau, daun tanaman ini sangat keras dan kuat. Daun lemba yang biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan rompi adalah daun yang sudah berukuran panjang sekitar 50-60 cm dan lebar 15-17 cm. Daun Lemba mempunyai banyak serat dipermukaannya, tak salah jika Sangkurat bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Daun Lemba yang sudah dirajut menjadi rompi kemudian dihias sedemikian rupa dengan menggunakan berbagai pernak-pernik. Tempelan pernak-pernik tersebut diambil dari kulit trenggiling, uang logam, kancing, manik-manik, hingga benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib (azimat). Hiasan tersebut bukan tanpa maksud, masyarakat Dayak Ngaju percaya, hiasan yang ada pada Sangkurat bisa melindungi mereka dari pengaruh jahat dan orang lain yang ingin berbuat jahat.
Secara etimologi Sangkurat berasal dari kata Sangka yang berarti pembatas atau penyangga. Selain digunakan ketika berperang, suku Dayak Ngaju juga menjadikan pakaian ini sebagai pakaian kebesaran yang kerap dikenakan dalam berbagai upacara, seperti pernikahan adat misalnya. Masyarakat Dayak Ngaju merasa lebih gagah dengan menggunakan rompi Sangkurat, apalagi mereka percaya bahwa dengan mengenakan Sangkurat, mereka akan terbebas dari segala sesuatu yang bisa membinasakan diri. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]