Sebagai ikon wisata Kota Tarakan, Pantai Amal bukan hanya menjadi destinasi rekreasi, tetapi juga menjadi saksi perjalanan peradaban manusia dari waktu ke waktu.
Meskipun terlihat seperti pantai pada umumnya, Pantai Amal menyimpan banyak kisah tentang awal mula lahirnya Kota Tarakan. Pantai ini juga menjadi saksi penting dalam Perang Dunia II, saat digunakan sebagai tempat berlabuh pasukan Jepang dan Sekutu saat memasuki wilayah Tarakan.
Sejarah Tersembunyi di Balik Nama “Amal”
Pantai seluas 12,5 km persegi ini membentang di sepanjang pesisir timur Pulau Tarakan, Kalimantan Utara. Dahulu, pantai ini menjadi tempat beristirahat dan makan bagi para nelayan suku Tidung. Namun, seiring waktu, Pantai Amal Tarakan berkembang menjadi lokasi rekreasi yang diminati masyarakat Tarakan sebagai tempat melepas penat dan piknik keluarga. Melihat potensi besar ini, pada sekitar tahun 90-an Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan menetapkan Pantai Amal sebagai kawasan wisata secara resmi.
Dahulu, pantai ini menjadi tempat beristirahat dan makan bagi para nelayan suku Tidung.
Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga, Pariwisata (Disbudporapar) Tarakan, Abdul Salam, menjelaskan bahwa terdapat berbagai literatur yang membahas sejarah Pantai Amal. Meski demikian, ia mengakui masih ada beberapa versi sejarah pantai ini yang beredar di publik. Menurutnya, sebagian besar literatur tersebut memiliki validitas yang dapat dipercaya, namun terdapat kisah-kisah tertentu tentang Pantai di pesisir Timur Tarakan ini yang belum banyak diketahui masyarakat secara luas.
Salam menambahkan bahwa nama “amal” sebenarnya diambil dari salah satu sungai yang berada di sekitar pantai di Kecamatan Tarakan Timur. Dahulu, sungai ini sering menjadi lokasi bagi masyarakat Tidung untuk menaruh sesajen sebagai bentuk tolak bala atau usaha menolak musibah.
Aktivitas masyarakat Tidung dalam menaruh sesajen di sungai tersebut dikenal dengan istilah beramol, yang dalam bahasa Indonesia berarti beramal. Pada abad ke-18, sungai itu mulai dikenal dengan sebutan Sungai Amol atau Sungai Amal. Seiring waktu, masyarakat setempat juga mulai menyebut pantai di sekitar sungai tersebut sebagai Pantai Amol.
Aktivitas masyarakat Tidung dalam menaruh sesajen di sungai tersebut dikenal dengan istilah beramol, yang dalam bahasa Indonesia berarti beramal.
Dalam perkembangannya, sebutan “amol” mengalami perubahan menjadi “amal” agar lebih sesuai dengan bahasa Indonesia. Hingga kini, nama Pantai Amal tetap digunakan oleh masyarakat setempat. Abdul Salam membantah anggapan bahwa nama “amal” merupakan singkatan yang berkaitan dengan aktivitas militer. Ia menegaskan bahwa pada masa itu, tidak ada aset militer di sekitar wilayah pantai. Namun, Pantai Amal memang pernah menjadi pintu masuk bagi tentara Jepang dan Sekutu saat Perang Dunia II.
Pantai Amal sebagai Saksi Peristiwa Perang Dunia II
Menurut catatan sejarah, aktivitas militer Belanda di sekitar Pantai Amal Baru dimulai pada tahun 1936. Namun, Abdul Salam menjelaskan, “Nama Pantai Amal ini tidak ada hubungannya dengan militer. Adapun orang mengaitkan nama amal sebagai singkatan area militer Angkatan Laut itu tidak benar. Nama amal itu memang nama penyebutan, bukan singkatan.”
Ia menambahkan bahwa nama “Amal Baru” dan “Amal Lama” yang dikenal masyarakat saat ini sering kali membingungkan. “Amal Baru yang kita kenal sekarang sebenarnya itu Amal Lama, karena di situ pertama kali pemukiman ada. Kalau yang sekarang dikenal Pantai Amal Lama itu sebenarnya Amal Baru, karena itu pertama dijadikan tempat wisata.
“Sungai Amal itu letaknya di Amal Baru, sungai kedua dari ujung Amal Baru. Dulu sungai itu lumayan lebar dan dalam, tapi seiring perkembangan waktu, sungai itu mengecil. Kembali lagi soal sejarah Pantai Amal, sebenarnya sejak dulu pantai ini menjadi wilayah okupasi nelayan suku Tidung, menjadi area jelajah mereka untuk singgah makan. Itulah kenapa pulau ini bernama Tarakan (tarak ngakan), yang artinya tempat persinggahan makan,” lanjutnya.
Salam pun menjelaskan bahwa pada tahun 1997, pemerintah resmi menjadikan Pantai Amal sebagai destinasi wisata Kota Tarakan. Penetapan ini bertepatan dengan status Tarakan yang baru saja menjadi kota definitif setelah pemekaran dari Kabupaten Bulungan.
Tahun 1997, pemerintah resmi menjadikan Pantai Amal sebagai destinasi wisata Kota Tarakan.
“Awal populernya Pantai Amal ini sebagai tempat wisata itu sekitar tahun 1990-an. Memang awalnya itu di Amal Lama karena banyak kegiatan berjualan di sana. Karena suasana di Amal Lama tahun 90-an itu cukup bagus. Bibir pantainya luas, pasirnya putih, pantainya bersih. Ditambah lagi daratannya ada padang rerumputan dan banyak pohon kelapa. Karena memang waktu itu sudah di-setting sebagai pantai wisata,” terangnya.
Setelah diresmikan, kunjungan ke Pantai Amal terus mengalami peningkatan signifikan. Pesatnya kunjungan ini berimbas pada meningkatnya perputaran ekonomi, baik bagi masyarakat setempat maupun bagi pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah. Pantai ini seakan menjadi pilar utama perputaran ekonomi Tarakan pada masa itu, sehingga pemerintah pun secara bertahap terus melakukan pembenahan untuk meningkatkan potensi wisata di kawasan tersebut.
Mengangkat Kisah Ratu Intan dan Datu Adil dalam Sejarah Tidung
Pada tahun 2020, pembangunan objek wisata Pantai Ratu Intan di Pantai Amal akhirnya dilakukan. Ini merupakan langkah yang berangkat dari wacana pemerintah sebelumnya yang belum terealisasi. “Dengan pertumbuhan jumlah penduduk Kota Tarakan dan statusnya yang menjadi kota madya, Pantai Amal semakin ramai dikunjungi. Pemerintah pun mulai melakukan penyiringan pantai dengan turap hingga tembus ke Pantai Amal Baru. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya aktivitas wisata di kawasan tersebut, Pemerintah Kota menyadari potensi besar yang dimiliki. Akhirnya, dibangunlah situs wisata Pantai Ratu Intan,” jelasnya.
“Dari garis Pantai Amal Baru sampai ke Amal Lama. Pembangunan itu dilakukan dalam 4 tahap. Nantinya, sampai tahap 4 pembangunan Pantai Ratu Intan itu dilakukan sampai ke ujung Amal Baru, tapi tentunya ini membutuhkan kemampuan daerah. Berbagai fasilitas, seperti hotel, area perbelanjaan, masjid terapung, dan lainnya, direncanakan untuk dibangun,” lanjutnya.
Adapun, nama Ratu Intan diambil dari tokoh historis penting dalam sejarah Tarakan. Ratu Intan adalah ibu dari Datu Adil, seorang pemimpin yang berperan besar dalam Kerajaan Tarakan pada abad ke-18.
Ratu Intan adalah ibu dari Datu Adil, seorang pemimpin yang berperan besar dalam Kerajaan Tarakan pada abad ke-18.
“Ratu Intan ini adalah ibu dari tokoh Datu Adil. Dalam sejarah versi masyarakat Tidung, Datu Adil dikenal sebagai keturunan raja Tarakan. Dialah yang memerintah dan berkuasa di Tarakan dari tahun 1896 hingga 1916, berdasarkan keterangan silsilah raja-raja Tidung. Saat ini, pembangunan Pantai Amal masih belum selesai sesuai masterplan, karena masih ada 3 tahap lagi. “Kalau ditanya apakah dilanjutkan atau tidak, itu tergantung nanti kepala daerahnya,” jelasnya.
“Saat ini, Pantai Ratu Intan sudah dibuka, namun jumlah pengunjungnya belum signifikan. Pengunjung terbagi antara Amal Beach, Amal Lama, dan Ratu Intan. Dulu, memang ada rencana pemerintah untuk membuat objek edukasi sejarah di Pantai Amal. Namun, wacana tersebut sampai sekarang masih mengambang karena keterbatasan kondisi dan kemampuan. Mungkin nanti kami akan kembali mengingatkan kepala daerah terpilih untuk mempertimbangkan realisasi wacana yang sebelumnya pernah kami bahas,” tutupnya.