Pagar Alam di Sumatra Selatan tak hanya mempunyai pemandangan alam yang indah, Bumi Besemah ini juga merupakan tempat kebudayaan megalitikum. Perbukitan hutan tropis yang terapit Bukit Barisan dan Gunung Dempo menjadikan wilayah ini kaya akan bebatuan cadas. Bebatuan beku dari jenis andesit inilah yang kerap digunakan oleh manusia pra sejarah untuk membuat berbagai karya spektakuler, seperti arca, lesung batu, kubur batu, dolmen, dan menhir.
Menurut Van der Hoop, seorang peneliti berkebangsaan Belanda, di Pagar Alam ditemukan 22 area yang diyakini merupakan lingkungan situs megalitikum dari zaman pra-sejarah. Dari berbagai area tersebut ditemukan artefak-artefak, namun sebagian besar kondisinya sudah banyak yang rusak dan sebagian lagi masih terkubur dan belum teridentifikasi.
Arca megalitikum dari situs-situs yang ditemukan di Pagar Alam dibedakan menjadi dua jenis. Jenis pertama menggambarkan satu wujud rupa atau sosok tunggal, yaitu berupa manusia atau hewan. Sedangkan kategori kedua menggambarkan lebih dari satu rupa atau sosok jamak, menggambarkan sosok manusia dengan manusia atau manusia dengan hewan.
Batu Beghibu merupakan salah satu situs yang ditemukan di Pagar Alam, tepatnya di tengah persawahan di Desa Tegur Wangi. Menurut catatan sejarah, situs batu beghibu diyakini sebagai bekas tempat pemukiman penduduk dan tempat pemujaan bagi masyarakat setempat pada masa lampau. Bagi masyarakat setempat saat ini, Desa Tegur Wangi Lama merupakan wilayah yang sejak dulu dianggap suci dan sakral.
Sejak dulu, Desa Tegur Wangi Lama dianggap suci dan sakral.
Batu megalitikum yang ditemukan di tengah sawah dahulu digunakan sebagai tempat upacara adat pemakaman tokoh sepuh masyarakat yang meninggal dunia. Ketika ada sesepuh yang meninggal, masyarakat meletakkan sesaji di depan arca, dolmen, dan menhir. Bagi masyarakat purbakala, kematian seseorang merupakan suatu hal yang dianggap sakral. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila pada upacara kematian, jenazah dihiasi dengan pakaian dan perhiasan. Hal tersebut dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada jenazah yang akan dimasukkan ke dalam kubur batu.
Menurut catatan yang tertera pada situs, ketika ada kematian orang yang dianggap sesepuh, masyarakat digambarkan mengenakan pakaian adat dan perhiasan yang disebut dengan beghibu. Beghibu merupakan sebutan untuk perhiasan berupa subang atau anting-anting yang bertakhtakan berlian. Karena mitos itulah, masyarakat sekitar menyebut situs purbakala Tegur Wangi dengan ‘situ batu beghibu’. Sementara di tempat lain, masih dalam kawasan Bumi Besemah Pagar Alam, tepatnya di Desa Tanjung Aro, terdapat situs megalitikum lain yang oleh masyarakat disebut dengan situs manusia dililit ular.
Masyarakat sekitar menyebut situs purbakala Tegur Wangi dengan ‘situ batu beghibu’.
Situs berupa arca yang ditemukan di tengah persawahan ini tidak lepas dari cerita legenda yang menceritakan tentang sepasang kekasih yang memadu kasih tanpa ikatan pernikahan, hingga melakukan perbuatan yang dianggap melanggar adat istiadat. Perbuatan tersebut membuat seekor ular murka dan melilit sepasang kekasih tersebut hingga keduanya tewas.