Tenun Sambas merupakan kain tradisional yang dipopulerkan masyarakat Melayu di Kalimantan Barat. Kepopuleran kain tenun sambas khas Nusantara ini bahkan sudah menembus pasar internasional. Kain tenun Sambas telah didaulat sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia pada 2010. Ciri khas kain tenun sambas terletak pada motifnya yang rumit.
Harga kain tenun Sambas terkenal mahal. Hal ini karena proses pembuatan motif kain tenun Sambas cukup rumit. Motif kain tenun Sambas bergaya Melayu dan dihiasi benang berwarna kuning keemasan dan perak. Sebagian orang menyebutnya kain benang emas.
Motif kain tenun Sambas bergaya Melayu dan dihiasi benang berwarna kuning keemasan dan perak.
Selama lebih dari tiga abad, nenek moyang Kesultanan Sambas telah memperkenalkan kain tenun Sambas. Sejak zaman Sultan Sulaiman mendirikan kesultanan pada tahun 1675, tradisi ini telah meresap dalam budaya lokal. Pada masa lalu, kain tenun Sambas digunakan dalam berbagai ritual adat, terutama dalam upacara pernikahan.
Proses Pembuatan Tenun Sambas
Hingga kini, warisan tenun Sambas tetap hidup, bahkan diteruskan dari generasi ke generasi oleh kaum laki-laki dan juga perempuan. Proses pembuatan kain tenun, atau yang disebut menenun ini, melibatkan penyeberangan dua set benang dengan memasukkan benang pakan secara melintang pada benang-benang lungsin. Sebelum menenun, proses penghanian benang terlebih dahulu dilakukan.
Proses pembuatan kain tenun, atau yang disebut menenun ini, melibatkan penyeberangan dua set benang dengan memasukkan benang pakan secara melintang pada benang-benang lungsin.
Proses menenun kain ini melibatkan serangkaian tahapan. Persiapan dimulai dengan proses mempersiapkan benang yang akan digunakan. Ada beberapa alat yang digunakan dalam memproses benang, seperti tarauan, peleting bambu, ani’an, tandaian, luwing, dan kolong. Kemudian, dalam proses menenun, digunakan beberapa alat seperti gedongan, longsen, tandaian, dan balok pase. Setelah persiapan benang dan peralatan lainnya selesai, langkah-langkah dalam menenun kain tenun Sambas, yaitu menarrau (proses menggulung benang ke dalam bilah-bilah peleting) dan mengani (proses penyusunan benang ke dalam longsen), dapat dilakukan untuk memulai proses menenun.
Kain tenun terbentuk melalui pola menyilang dari helai benang lungsing dan benang pakan. Anyaman atau pola menyilang ini terbagi menjadi tiga teknik utama: anyaman polos, anyaman satin, dan anyaman keper.
Semakin mahir seseorang menenun, maka motif yang dibuat pun akan terlihat rumit dan sulit. Semakin terlihat rumit dan sulit, semakin mahal pula harga tenunan yang dihasilkan. Kain tenun Sambas memiliki warna-warna cerah beragam, yaitu merah manggis, orange, merah muda, hitam, dan hijau. Membuat tenun Sambas sepanjang 2 meter membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Dalam satu rumah perajin, maksimal dihasilkan hanya dua atau tiga lembar kain tenun dalam satu bulan.
Ragam Motif Tenun Sambas
Beragam motif tenun Sambas khas Kalimantan Barat meliputi tepuk pedada, siku keluang, mata punai, awan larat, pucuk rebung, tahi lalat, bunga melur, mata ayam, ragam panji, angin putar, biji periak, tujuh tabur bunga melati kecil di tengah-tengah, bunga tanjung, bunga cengkih, bunga malek, dan bunga cangkring. Seorang perajin tenun, Rusna, menjelaskan bahwa “Motif pucuk rebung menggunakan benang biasa. Diperlukan waktu sekitar 15 hari untuk satu bidang, sementara proses pemintalan benang memakan waktu 2 bulan untuk memasang suri dan karang”.
Motif pucuk rebung menggunakan benang biasa. Diperlukan waktu sekitar 15 hari untuk satu bidang, sementara proses pemintalan benang memakan waktu 2 bulan untuk memasang suri dan karang.
Beberapa motif kain tenun Sambas yang terkenal juga, antara lain rebung dan tanaman kangkung sungai. Motif rebung diberikan pada kepala kain dan kaki kain, sedangkan kangkung sungai ditempatkan di bagian tengah kain. Penempatan tersebut telah sesuai pakem yang diwarisi secara turun temurun. Para perajin biasanya melakukan variasi hanya di bagian pinggir kain.
Motif-motif tersebut menggambarkan profesi mayoritas perempuan Sambas sebagai ibu rumah tangga yang sering berhubungan dengan sayur-mayur. Selain itu, motif-motif juga merupakan refleksi dari nilai-nilai budaya masyarakat setempat yang kebanyakan berhubungan dengan flora yang hidup dalam lingkungan alam masyarakat Sambas. Pewarnaan kain tenun Sambas pun tidak menggunakan bahan kimia, melainkan zat pewarna yang berasal dari lingkungan sekitar, misalnya akar tanaman, daun, dan batang.
Dusun Sulur Medan: Desa penghasil Tenun Sambas
Tim Indonesiakaya.com berkesempatan untuk mengunjungi Dusun Sulur Medan, Desa Sumber Harapan, Sambas, dan menyaksikan langsung proses pembuatan kain tenun Sambas. Rusna, pada saat itu, sedang menyongket motif pucuk rebung yang berbeda dari teknik tenun di Sumatra. Menurut Rusna, seorang penenun harus dapat menghitung dan memahami jumlah benang. Menariknya, untuk menciptakan motif yang sulit, penenun harus menghafal rumus tertentu karena ketelitian dan kecepatan sangatlah penting. Proses ini bisa memakan waktu sekitar satu bulan atau lebih tergantung pada tingkat kerumitan motif.
Untuk menciptakan motif yang sulit, penenun harus menghafal rumus tertentu karena ketelitian dan kecepatan sangatlah penting.
“Dikenal dengan 19 motif paten,” kata Diana, seorang pemasar kain tenun Sambas. Namun, motif tenun yang diproduksi biasanya bergantung pada permintaan. Ketika pelanggan membawa motifnya sendiri yang tidak umum di Sambas, mereka akan berusaha untuk membuat motif tersebut dengan teknik tenun khas Sambas.
Dari satu lembar kain, setidaknya ada empat orang yang terlibat dalam proses produksi. “Tugas mereka melibatkan melintang benang, menghani (mengikat benang), merentangkan benang untuk digulung di papan, menghubungkan, dan memasukkan benang ke suri selembar demi selembar. Ada pula bagian lain yang menata motif di sketsa kertas, kemudian dikerjakan dengan teknik tenun. Proses ini disebut suji dilang,” jelas Diana. Mayoritas pembeli kain tenun Sambas khas Kalimantan Barat datang dari Singkawang dan Pontianak, dengan kunjungan juga dari wisatawan dari Malaysia dan Brunei Darussalam.
Rusna mulai terlibat dalam tenun Sambas sejak berusia 15 tahun. Dia juga pernah bekerja sebagai penenun di Kampung Air, Brunei Darussalam, bersama warga setempat yang secara bergantian bekerja sebagai penenun di Brunei. Mereka membuat motif khas Brunei dengan menggunakan teknik tenun Sambas.
Hingga kini, penenun kain Sambas masih menggunakan peralatan tradisional, sehingga waktu yang terpakai lebih lama dibandingkan mesin. Inilah yang membuat sehelai kain tenun Sambas dijual sangat mahal. Harganya pun sangat bervariasi, tergantung pada jenis kain, bahan yang digunakan, dan motifnya. Kain tenun biasa dibanderol sekitar Rp1.500.000 hingga Rp1.800.000 per sepasang kain dan selendang. Sementara untuk tenun berbahan katun, harganya mencapai Rp2.500.000 dan yang terbuat dari sutra bisa mencapai Rp3.500.000 hingga Rp5.000.000.
Hingga kini, penenun kain Sambas masih menggunakan peralatan tradisional, sehingga waktu yang terpakai lebih lama dibandingkan mesin.
“Sering kali, para perancang mode dari Jakarta memesan kain tenun Sambas. Mereka datang langsung ke Desa Sumber Harapan dan memesan motif tertentu,” tambah Rusna, yang selain menjadi perajin tenun juga mengelola pertanian padi dan kebun karet.