Di mana ada laut, di situ ada Cheng Hoo. Begitu kata Hasan Basri yang terlahir dengan nama Lin Puk San saat menggambarkan sosok pelaut tangguh dari negeri Tiongkok yang dikenal dengan nama Laksamana Cheng Hoo. Bahkan, persinggungan Cheng Hoo dengan Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia tidaklah sedikit, tercacat dalam sejarah, dirinya pernah singgah di beberapa wilayah di Indonesia, seperti Semarang, Palembang, dan beberapa daerah di Jawa Timur.
Sebagai bentuk penghormatan pada Cheng Hoo yang singgah di tempat-tempat tersebut, maka di setiap tempat yang ia singgahi dibangun petilasan berupa masjid, termasuk salah satunya di Surabaya, Jawa Timur. Lokasi masjid berada di belakang Makam Pahlawan Kusuma Bangsa, tepatnya di Jalan Gading No 2. Meski tidak bersinggungan langsung dengan jejak Cheng Hoo, masjid tersebut dibangun berlandaskan semangat dan nilai-nilai luhur yang dibawa Laksamana Cheng Hoo dalam berlayar.
Tujuan berdirinya masjid ini selain sebagai tempat pendidikan, juga sebagai media memperkenalkan Cheng Hoo pada khalayak luas.
Pembangunan masjid ini tidak lepas dari dukungan PITI, sebagai organisasi yang mewadahi Islam Tionghoa di Indonesia, selain juga tentunya warga sekitar yang telah menerima berdirinya masjid tersebut meski berbeda keyakinan. Lin Puk San, Ketua Harian Masjid Cheng Hoo Surabaya mengungkapkan, tujuan berdirinya masjid ini selain sebagai tempat pendidikan, juga sebagai media memperkenalkan Cheng Hoo pada khalayak luas.
Masjid Cheng Hoo Surabaya mempunyai ukuran 11×11 meter, yang diambil dari ukuran ka’bah ketika pertama kali dibangun oleh Nabi Ibrahim. Dengan ukuran tersebut, diharapkan setiap orang yang beribadah di masjid ini bisa meningkatkan level kekhusukan shalat, seperti halnya sholat Nabi Ibrahim.
Ornamen atap bangunan ini berbentuk persegi delapan menyerupai sarang laba-laba.
Selain itu, ornamen atap bangunan ini berbentuk persegi delapan menyerupai sarang laba-laba. Bagi masyarakat Tionghoa, angka 8 dianggap sebagai lambang keberuntungan, sementara sarang laba-laba merujuk pada kisah penyelamatan Nabi Muhammad di Bukit Tsur ketika dikejar kaum Quraisy. Bentuk atap segi delapan tersebut kian memperkuat sentuhan kebudayaan Tiongkok dalam arsitektur masjid.
Dominasi warna merah pada dindingnya melambangkan kebahagiaan dalam tradisi Tionghoa, sedangkan warna kuning yang turut menghiasi beberapa bagian menjadi simbol kedamaian. Anak tangga menuju ruang utama dibangun berjumlah 5 di sisi kiri dan 6 di sisi kanan. Angka 5 merepresentasikan rukun Islam, sedangkan angka 6 melambangkan rukun iman.
Dominasi warna merah pada dindingnya melambangkan kebahagiaan dalam tradisi Tionghoa.
Uniknya lagi, pintu utama tidak dilengkapi daun pintu. Hal ini menyiratkan keterbukaan rumah ibadah tersebut bagi siapa saja. Siapa pun yang hendak masuk diharapkan meninggalkan segala sekat golongan dan hanya berfokus pada tujuan utama: beribadah kepada Tuhan.
Mulai dibangun sejak 2001, peletakan batu pertama dilakukan pada 15 Oktober 2002, masjid bernama lengkap Masjid Muhammad Cheng Hoo ini diresmikan berdiri pada 28 Mei 2003 oleh Said Agil Al Munawar, yang kala itu menjabat Menteri Agama RI. Lin Puk San mengharapkan, Masjid Cheng Hoo Surabaya mampu menjadi wadah pendidikan dan pembinaan bagi umat, selain juga sebagai upaya untuk merangkul semua golongan, mengingat tujuan seseorang masuk ke masjid hanya satu, beribadah kepada Tuhan.