Cari dengan kata kunci

wolter_1290.jpg

Mengenang Jasa Pahlawan Lewat Patung Wolter Monginsidi dan Pierre Tendean

Kedua patung Pahlawan Nasional berdarah Minahasa ini berada di dalam sebuah taman yang diapit oleh Jalan Bethesda dan Jalan Pierre Tendean, Manado, Sulawesi Utara.

Pariwisata

Patung atau monumen biasanya dibangun untuk mengenang jasa-jasa seseorang yang pernah berjasa bagi negara ataupun lingkungannya. Di Kota Manado, Sulawesi Utara, tepatnya di Jalan Wolter Monginsidi, dua patung Pahlawan Nasional berdiri tegak dibalut dengan warna hijau muda. Kedua patung ini adalah patung Wolter Monginsidi dan Piere Tendean.

Kedua patung Pahlawan Nasional berdarah Minahasa ini berada di dalam sebuah taman yang diapit oleh Jalan Bethesda dan Jalan Pierre Tendean. Jasa mereka layak dikenang karena membantu Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila dalam pemberontakan PKI di tahun 1965.

Sejarah mencatat, nama Robert Wolter Monginsidi kelahiran Malayang, tahun 1925, ini merupakan pencetus gerakan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS). Bersama pejuang lainnya, Wolter Monginsidi berjuang melawan penjajah Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Namun dirinya ditangkap dan berhasil melarikan diri kemudian ditangkap kembali oleh Belanda. Wolter Monginsidi akhirnya dihukum tembak mati pada 5 September 1949 di Pacinang, Makassar, Sulawesi Selatan, pada usia 24 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Makassar.

Sementara itu, Pierre Tendean merupakan ajudan Jendral Abdul Harris Nasution yang menjabat sebagai Menko Hankam/Kepala Staf ABRI pada jaman Presiden Soekarno. Ia mengaku sebagai Nasution demi menyelamatkan atasannya. Pierre Tendean pun ditembak mati dan jasadnya dimasukkan ke dalam lubang yang terkenal dengan sebutan Lubang Buaya. Pahlawan yang baru berumur 26 tahun ketika gugur ini, dianugrahi gelar kehormatan Pahlawan Revolusi dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Pembangunan monumen ini dilakukan pada tahun 1986 oleh Tri Sutrisno yang menjabat Kepala staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan darat pada saat itu. Bentuk taman dengan relief yang terletak dibagian belakang menceritakan perjuangan Wolter Monginsidi dan Pierre Tendean menjadi pelengkap bagaimana pemerintah Indonesia mengenang jasa Pahlawan Nasional kita ini. [Riky/IndonesiaKaya]

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds