Masjid ini dahulu pernah direnovasi oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II. Lokasi masjid sebelumnya merupakan kediaman Sultan Umar Akamuddin I (1708-1732M) yang kemudian berubah fungsi menjadi sebuah mushola. Inilah Masjid Jami Kesultanan Sambas yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Barat.
Pemberian nama masjid ini dilakukan oleh Sultan Muhammad Syafiuddin II. Masjid ini diresmikan pada 10 Oktober 1885 Masehi atau tepatnya pada tanggal 1 Muharram 1303 penanggalan Islam. Arsitektur masjid ini bergaya khas melayu, dengan mayoritas bahan bangunan menggunakan kayu ulin atau kayu besi. Masjid ini memiliki 2 menara yang berada disamping kiri dan kanan mimbar masjid. Dari luar masjid, warna kuning terlihat begitu mendominasi bangunan ini. Warna kuning seperti menjadi identitas dari warna kesultanan. Struktur kokoh bangunan masjid ini terletak di samping Muara Ulakkan, muara yang mempertemukan Sungai Sambas Besar, Sungai Sambas Kecil dan Sungai Teberau. Hal ini menjadi bukti transportasi utama ketika itu masih menggunakan kapal.
Dari sisi interior, Masjid Jami Sambas menghadirkan desain yang elegan. Semua ornamen di dalamnya menggunakan kayu besi, dan diberi warna pernis, sehingga memunculkan kesan bangunan sedikit kuno. Ada 16 tiang utama yang menyokong masjid ini. Masjid ini sendiri memiliki bangunan bertingkat. Meski berwarna pernis yang gelap, masjid ini mempunyai tata pencahayaan yang bagus, dengan dibantu 8 jendela di sisi mimbar dan memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam ruangan masjid. Selain jendela, untuk pencahayaan masjid digunakan lampu gantung yang memberikan kesan sedikit unik. Rasa nyaman, indah, dan sakral begitu tertanam dalam nuansa masjid ini.
Untuk menuju ke bagian atas masjid, ada 2 buah tangga yang menghubungkannya. Struktur tangga yang disusun pun terlihat kuno. Selain tangga biasa, ada satu tangga yang terlihat unik yakni bentuknya berupa beberapa kayu balok yang dipasang untuk membantu mengaitkan telapak kaki menuju ke atas, setingkat demi setingkat. Pada bagian tingkat 2, masjid ini memiliki bagian ruang untuk mengaji dan mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam. Di bagian belakang masjid terdapat sebuah bejana kuno yang dahulu dijadikan tempat sultan mandi atau bersuci.
Setiap pengunjung yang telah berkunjung ke Kesultanan Sambas, biasanya menyempatkan shalat di masjid ini. Tidak hanya itu, warga sekitar juga banyak yang menjalankan shalat wajib maupun sunah di masjid ini. Kesan keakraban dan kedekatan begitu terlihat dari kehidupan sekitar Kesultanan Sambas di mana keluarga kesultanan dengan masyarakat begitu akrab tanpa adanya sekat-sekat hierarki. Konon dari masjid Kesultanan Sambas inilah ajaran agama Islam menyebar luas hingga ke seluruh wilayah Sambas.
Baca juga: Masjid Agung Palembang, Masjid Sultan Perpaduan Tiga Kebudayaan
[AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]