Cari dengan kata kunci

Kawah_Tekureb_1290.jpg

Kawah Tekurep, Tempat Peristirahatan Terakhir Para Raja Palembang

Palembang sebagai tempat bernaungnya kerajaan Sriwijaya tentu menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah, seperti halnya Kawah Tekurep, sebuah makam yang diperuntukkan khusus bagi raja, abdi dalem serta keturunannya. Secara etimologi Kawah Tekurep berasal dari kata Kawah yang bermakna suatu alat yang menyerupai wadah

Pariwisata

Palembang sebagai tempat bernaungnya kerajaan Sriwijaya tentu menyimpan banyak peninggalan budaya dan sejarah, seperti halnya Kawah Tekurep, sebuah makam yang diperuntukkan khusus bagi raja, abdi dalem serta keturunannya. Secara etimologi Kawah Tekurep berasal dari kata Kawah yang bermakna suatu alat yang menyerupai wadah untuk menanak nasi, dan Tekureb memiliki padanan makna terbalik. Jadi secara harfiah Kawah Tekurep dapat dimaknai sebagai wadah terbalik yang digunakan sebagai makam dan tempat pertemuan para wali dan sunan.

Makam Kawah Tekurep dibangun pada tahun 1728 dengan menggunakan tiga unsur, yaitu kapur pasir, putih telur, dan batu. Makam ini dibangun dengan bersamaan dengan pembangunan masjid Agung Palembang. Di makam yang berlokasi di kecamatan Ilir Timur II, Palembang ini terdapat makam Sultan Mahmud Badaruddin beserta empat isterinya, yaitu Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, ratu Mas Ayu dari Cina, dan Nyai Mas Naimah dari Palembang. Selain itu, pada bagian yang lain juga terdapat Imam Sayid Al Idrus yang merupakan guru besar bagi Sultan Mahmud Badaruddin.

Secara umum, makam Kawah Tekurep memiliki luas mencapai 1 hektar, yang terdiri dari 6 bangunan makam yang diperuntukkan bagi sultan dan orang-orang tedekatnya. Sedangkan makam yang berukuran kecil yang ada di bagian depan bangunan utama makam kawah tekureb merupakan makam yang diperuntukan bagi anak-anak keturunan, abdi dalem, dan para panglima.

Setiap hari makam Kawah Tekurep dikunjungi oleh para peziarah yang bahkan datang dari luar Palembang. Ichsan, juru kunci makam kawah tekurep mengatakan, “pengunjung yang datang bukan untuk meminta pada kuburan, itu syirik. Mereka datang mendoakan para sultan, insha allah, para sultan juga akan mendoakan kita. Pentingnya apa kita mendoakan para sultan? mereka ini kan pejuang-pejuang agama juga pejuang-pejuang 45 yang berjuang demi agama dan negaranya, sudah selayaknya kita mendoakan mereka.”

Ichsan juga menambahkan, setiap tahun di bulan Syaban dalam penanggalan Islam, kota Palembang menggelar kegiatan haul besar yang dinamakan Ziarah Kubro. Kegiatan tersebut diikuti oleh para ulama dari seluruh Indonesia, maupun dari luar negeri. Mereka berkumpul untuk mendoakan para alim ulama dan pejuang negara yang telah wafat dan dikebumikan di makam Kawah Tekurep ini.

Sebagai juru kunci yang sudah bekerja puluhan tahun, Ichsan mengharapkan pemerintah memberikan perhatian penuh kepada kelestarian makam Kawah Tekurep sebagai situs bersejerah bagi masyarakat Palembang. Perhatian lebih tidak hanya dari pemerintah, masyarakat Palembang juga turut andil dalam menjaga dan melestarikan makam. Mengenang pejuang-pejuang agama dan pejuang nasionalis dengan tidak sekali-sekali melupakan sejarah bangsanya sendiri. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds