Hampir setiap sisi dari Kota Banda Aceh memiliki kenangan tersendiri tentang tragedi Tsunami yang terjadi di penghujung tahun 2004. Gelombang raksasa setinggi 21 meter itu merubah kehidupan masyarakat yang selamat dalam peristiwa yang memilukan itu.
Banyak diantara mereka yang harta bendanya nyaris tak bersisa tersapu air bah yang datang tiba-tiba itu. Kehilangan sanak saudara dalam peristiwa itu juga membekas sebagai sebuah kenangan pahit yang sulit dilupakan.
Diantara berbagai kenangan pahit yang dirasakan oleh warga Aceh, terdapat pula berbagai kisah keajaiban seputar Tsunami. Satu diantaranya yang terjadi di perkampungan nelayan Lampulo.
Gelombang Tsunami menghanyutkan sebuah kapal nelayan dan mendaratkannya diatas rumah salah satu warga perkampungan ini. Kapal ini telah menyelamatkan 59 orang warga Lampulo, dari hempasan gelombang yang menelan ribuan korban jiwa ini.
Sebelum kejadian dahsyat itu, kapal kayu dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini baru selesai menjalani perbaikan di tempat docking kapal Lampulo. Adun, sang penjaga kapal sebelumnya mendapat instruksi untuk menurunkan kapal tersebut ke Sungai pada hari itu, 26 Desember 2004.
Teuku Zulfikar yang berdomisili di Medan mendapat kabar dari adiknya Hasri dan Saiful bahwa kapal itu rencananya akan dibawa ke Lhoknga untuk diisi pukat. Sebelum rencana itu berjalan, Tsunami telah terlebih dahulu menghanyutkan kapal berbobot 20 ton ini ke perumahan warga yang berjarak sekitar 1 km dari tepi sungai. Saat ini, Kapal yang mendapat julukan ‘Kapal Nuh’ dari masyarakat Aceh ini ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kebanyakan dari mereka ingin menyaksikan langsung bagaimana sebuah kapal yang menjadi saksi bisu dahsyatnya Tsunami Desember 2004 silam.