Putri Mandalika merupakan cerita rakyat dengan latar Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nama Mandalika semakin dikenal setelah terpilih menjadi nama sirkuit internasional yang berlokasi di Pulau Lombok, Pertamina Mandalika International Circuit. Sirkuit ini sekaligus dikatakan sebagai destinasi wisata otomotif paling eksotis di dunia. Namun, sudah tahukah jika Mandalika ternyata berasal dari legenda milik Suku Sasak?
Nama ini begitu dikenang hingga menjadi bagian dari upacara adat tahunan bau nyale–kini juga menjadi festival pariwisata. Bau artinya menangkap, sedangkan nyale berarti cacing laut. Dalam legenda, cacing laut warna-warni yang bisa ditemui dalam lubang-lubang karang ini adalah jelmaan Putri Mandalika. Konon, cacing-cacing ini hanya muncul setiap tanggal 20 di bulan ke-10 dalam kalender tradisional Sasak (umumnya bulan Februari atau Maret), tepat di hari Putri Mandalika menghilang ditelan ombak. Putri Mandalika mengorbankan dirinya demi rakyat, karena tak mau belasan pangeran yang melamarnya nekat berperang dan menyengsarakan rakyat. Meninggalkan raja, ratu, dan rakyat yang mencintainya hanya bisa mengingat Putri Mandalika lewat upacara adat setiap tahun.
Dalam legenda, cacing laut warna-warni yang bisa ditemui dalam lubang-lubang karang ini adalah jelmaan Putri Mandalika.
Putri Mandalika dikenal sebagai sosok yang rupawan dan bijaksana, jauh dari rasa egois karena ia tak menaruh kepentingannya di atas milik orang lain (dalam kasus ini, warga Kerajaan Sekar Kuning). Tak kalah penting, karakter lain dalam cerita ini adalah orang tua sang putri, Raden Panji Kusuma dan Dewi Seranting yang dikenal arif dan memiliki tenggang rasa tinggi terhadap sesama. Selanjutnya adalah para pangeran yang melayangkan pinangan untuk Putri Mandalika, digambarkan bersifat tamak dan sombong.
Penasaran cerita lengkapnya? Berikut cerita lengkap tentang pengorbanan Putri Mandalika.
Putri Kesayangan dari Kerajaan Sekar Kuning
Alkisah berdirilah kerajaan yang menghadap ke hampar Samudra Hindia, Kerajaan Sekar Kuning di negeri Tonjeng Beru. Sang raja, Raden Panji Kusuma juga dikenal dengan sebutan Tonjeng Beru, memiliki istri bernama Dewi Seranting. Keduanya terkenal rupawan, mereka pun hidup harmonis dan memerintah dengan bijaksana hingga rakyat hidup sejahtera.
Hari yang dinanti tiba, raja dan ratu dikaruniai keturunan. Seorang putri berparas cantik yang diberi nama Mandalika. Melihat sikap sehari-hari orang tuanya, Putri Mandalika tumbuh menjadi gadis santun, rendah hati, dan sangat menyayangi rakyat. Ia bahkan rela membantu warga dengan tangannya sendiri, tanpa memikirkan jika dirinya adalah seorang ningrat. Tak heran jika Putri Mandalika juga dicintai rakyat hingga selalu dibanggakan sampai ke pelosok negeri.
Melihat sikap sehari-hari orang tuanya, Putri Mandalika tumbuh menjadi gadis santun, rendah hati, dan sangat menyayangi rakyat.
Anugerah Menjadi Musibah
Siapa sangka, cerita dari mulut ke mulut mengenai paras rupawan dan budi baiknya membuat banyak pangeran, dari kerajaan-kerajaan yang dekat maupun jauh, hendak memperistri Putri Mandalika. Mereka menunggu hingga Putri Mandalika cukup umur lalu satu per satu melayangkan pinangannya ke Kerajaan Sekar Kuning. Bersama surat-surat pinangan itu, datang juga pemberitahuan kedatangan para pangeran ke Kerajaan Sekar Kuning untuk memberi hantaran dan memperkenalkan diri.
Satu, dua, tiga, hingga Belasan pangeran datang ke aula Raja Tonjeng Beru untuk memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud meminang Mandalika. Mereka tampan, terpelajar, dan berkarisma. Tak lupa para pangeran juga membawa hantaran emas, kain sutra, aksesori wanita, hingga makanan khas daerah masing-masing untuk memenangkan hati sang putri. Tumpukan hantaran sampai menggunung di kamar Putri Mandalika. Bukan membuatnya senang, benda-benda indah itu malah menjadi beban buatnya.
Pertengkaran antar Pangeran
Sambil menunggu jawaban Putri Mandalika, semua pangeran yang datang dipersilakan tinggal di paviliun tamu kerajaan. Awalnya paviliun itu sepi dan luas, tapi karena terus menerus kedatangan tamu pangeran beserta ajudan-ajudannya, paviliun tamu menjadi ramai dan tidak nyaman. Tak jarang, pangeran-pangeran juga beradu mulut dan saling membanggakan kerajaan mereka. Aura persaingan terasa sepanjang hari.
Suatu malam, Putri Mandalika datang ke paviliun tamu secara rahasia. Ia ingin melihat para pangeran yang melamarnya. Namun tak disangka saat kedatangannya itu, yang terlihat bukan karisma para pangeran yang menemui ayahnya di aula, melainkan sikap sombong dan kekanak-kanakan para pangeran yang sedang memuji diri sendiri dan merendahkan kerajaan lain.
Yang terlihat bukan karisma para pangeran yang menemui ayahnya di aula, melainkan sikap sombong dan kekanak-kanakan para pangeran yang sedang memuji diri sendiri dan merendahkan kerajaan lain.
Semakin lama Putri Mandalika mendengar obrolan mereka, semakin kejam kata-kata yang terucap dari mulut para pangeran. Mereka tak segan mengajukan ancaman perang pada kerajaan lain. Apalagi jika sampai tak terpilih, mereka hendak menyerang kerajaan yang berhasil meminang Putri Mandalika. Ada juga yang akan mengajukan perang pada Kerajaan Sekar Kuning jika sampai cintanya ditolak.
Kecewa dengan apa yang disaksikannya, Putri Mandalika kembali ke kediamannya sambil menitikkan air mata.
Berdiskusi dengan Raja dan Ratu
Kini Putri Mandalika bukan hanya bingung, ia pun takut salah mengambil keputusan. Ternyata lamaran-lamaran itu bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang peperangan antar suku. Akhirnya Putri Mandalika memutuskan berkonsultasi kepada ayah dan ibunya yang bijaksana.
Ternyata lamaran-lamaran itu bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang peperangan antar suku.
Tak bisa dimungkiri, raja dan ratu pun merasakan kebingungan serupa. Keduanya menyarankan Putri Mandalika untuk meminta petunjuk pada Sang Maha Pencipta. Jawaban apapun yang Putri Mandalika dapatkan, raja dan ratu akan menerima dan mendukungnya.
Bertolaklah Putri Mandalika untuk bersemedi di tebing Pantai Seger untuk mendapatkan jawaban yang dicarinya.
Setelah tiga hari bersemedi, Putri Mandalika mengundang para pangeran untuk datang ke tebing Pantai Seger saat fajar pada hari ke-20 bulan 10. Pilihan waktu ini dianggap janggal, hingga membuat banyak orang penasaran. Berita ini juga terdengar hingga ke telinga rakyat Kerajaan Sekar Kuning dan kerajaan sekitar.
Jawaban Putri Mandalika
Hari yang ditunggu tiba, kawasan Pantai Seger kini dipadati penduduk yang ikut penasaran akan jawaban Putri Mandalika. Sang putri tiba diiringi kedua orang tua dan pengawalnya sambil berjalan kaki. Ia terlihat memesona, wajahnya terlihat makin rupawan dalam balutan busana sutra warna-warni yang ia kenakan. Rambutnya panjang terurai di bawah mahkota, matanya terlihat tegas sekaligus teduh.
Putri Mandalika menuju ke ujung tebing tertinggi sendirian, membuatnya terlihat di antara kerumunan orang. Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran. Pernyataan putri membuat bingung semua orang! Katanya, jawaban itu adalah yang terbaik yang ditunjukan Sang Maha Pencipta. Putri Mandalika diperlihatkan pandangan jika menerima hanya satu saja pinangan, perang besar akan terjadi.
Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran.
Putri Mandalika melanjutkan, katanya semua pangeran baik untuknya, tetapi para pangeran harus menjadi pemimpin yang lebih baik untuk rakyat, karena yang ia inginkan hanyalah kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, perang hanya membawa kesengsaraan bagi rakyat. Ia pun mengucap terima kasih atas pinangan dan kasih sayang semua orang padanya. Kemudian Putri Mandalika membalik badan menghadap ke samudra, lalu melompat ke lautan disambut ombak besar yang menelan tubuhnya.
Kemunculan Nyale
Melihat putri kesayangan jatuh ke laut, raja segera menceburkan diri ke air untuk mencari anaknya. Diikuti oleh para pangeran dan seluruh rakyat yang berkumpul di Pantai Seger. Namun dari ratusan orang yang mencari, tak ada satupun yang menemukan tubuh Putri Mandalika.
Yang terlihat di dalam air malah ribuan biota laut serupa pita yang menjuntai berwarna-warni. Warnanya sama dengan kain sutra yang dikenakan Putri Mandalika, hingga banyak orang yang terkecoh dan menangkapnya.
Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat. Akhirnya, raja dan ratu memerintahkan rakyat untuk mengumpulkan cacing-cacing itu dan membawanya pulang. Sebagian menaruhnya di sawah dan membuat tanaman mereka subur, sebagian lainnya membuat masakan dari cacing-cacing yang mereka sebut nyale sehingga kebutuhan pangan mereka selalu tercukupi dan sejahtera, seperti keinginan Putri Mandalika.
Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat.
Sedangkan para pangeran, pulang tanpa membawa permaisuri. Namun, mereka menjadi pemimpin yang menghargai dan menghormati rakyatnya, bahkan bersedia berkorban bagi mereka seperti yang dilakukan Putri Mandalika.
Pesan Moral Kisah Putri Mandalika
Ada beberapa moral cerita pelajaran yang bisa dipetik dari kisah Putri Mandalika. Dari Putri Mandalika, kita belajar untuk bersikap rendah hati dan memikirkan orang lain meski dikaruniai banyak kelebihan dalam hidup. Ada juga teladan dari raja dan ratu untuk selalu mengambil keputusan bijaksana demi kebaikan banyak pihak, di sisi lain tetap ikhlas dan berserah diri pada putusan Yang Maha Kuasa. Sedangkan dari para pangeran ada amanat untuk menjauhkan diri dari kesombongan dan perilaku narsistik yang hanya akan membawa musuh untuk diri sendiri.