Cari dengan kata kunci

batik_garut_1200.jpg

Batik Garut, Persembahan dari Swiss Van Java

Mendapatkan pengaruh dari daerah penghasil batik lainnya tapi tetap menunjukkan keunikan dan ciri khas.

Kesenian

LUPAKAN dulu dodol Garut atau kerajinan dari kulit domba. Mari menikmati keindahan seni kerajinan lain yang berkembang di Kabupaten Garut, Jawa Barat, yakni batik. Batik khas Garut atau lebih dikenal dengan istilah garutan merupakan warisan nenek moyang yang dilestarikan secara turun-temurun.

Sejak kapan tradisi membatik bermula di Garut masih perlu diteliti. Namun dipercaya tradisi membatik dibawa orang-orang Mataram. Tradisi dan budaya Jawa meresap dalam keseharian masyarakat Sunda kala berada di bawah kekuasaan Mataram pada abad ke-17. Pengaruh budaya itu mencakup pengunaan batik sebagai busana kaum ningrat. Pada masa itu pula tradisi membatik kemungkinan muncul dan berkembang di wilayah Garut.

Ketrampilan masyarakat Garut dalam membatik mendapat perhatian dari Karel Frederick Holle atau dikenal sebagai theejonker (pangeran teh) karena kedudukannya sebagai administrator perkebunan teh di Bayongbong lalu Cikajang, Garut. Karena suka dengan batik tulis Garut, Tuan Holle mengajarkan sekaligus membuka usaha batik untuk memenuhi kebutuhannya maupun dijual ke masyarakat sekitar abad ke-19. Sejak itu industri batik berkembang pesat. Apalagi di Garut terdapat pabrik tenun yang dibangun pada 1930-an.

Pada masa itu Garut sudah dikenal sebagai destinasi wisata yang menawan. Garut memiliki pemandangan alam yang elok sehingga dijuluki “Swiss van Java”. Banyak pelancong datang untuk berlibur dan menikmati keindahan alam Garut. Di sinilah batik Garut mendapatkan pangsa pasar. Seperti ditulis Thilly Weissenborn dalam Garoet en Omstreken (1922), batik Garut menjadi salah satu buah tangan atau oleh-oleh yang dibawa pulang para pelancong.

Sempat mengalami kelesuan pada masa pendudukan Jepang dan setelahnya, batik Garut kembali bergeliat sejak 1970-an. Sentra pembuatan batik Garut tersebar di beberapa desa seperti Kadungora, Leles, Banyuresmi, Samarang, dan Karangpawitan.

Di Garut, sentra usaha batik awalnya berada di kawasan pegunungan. Para perajin di sini memperoleh pengetahuan tentang batik dari Jawa bagian tengah, terutama Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selain itu mendapat pengaruh pula dari kawasan pantai utara Jawa seperti Pekalongan dan Cirebon. Hal ini bisa dilihat dari motif batiknya.

Dari kawasan pegunungan, ketrampilan membatik menyebar dan berkembang di kawasan pesisir selatan Garut. Batik Garut pegunungan menggunakan warna yang cenderung krem, sementara di pesisir menggunakan warna mencolok. Dari sisi pembuatan batik, perajin daerah pegunungan lebih detail dan halus daripada pesisir.

Batik Garut memiliki karakter yang unik dan berbeda dari daerah penghasil batik lainnya, baik dari sisi garis motif hias, warna, maupun coraknya. Garis motif batik Garut tidak serumit dan setipis motif batik daerah lain. Warna khasnya ialah gumading (krem), biru tua, merah tua, hijau tua, coklat kekuningan, dan ungu tua. Sementara pola dan bentuk didominasi lereng atau parang yang mengarah garis diagonal dan bentuk belah ketupat.

Dari sisi motif, batik Garut mengambil inspirasi dari lingkungan sekitar; baik alam, flora dan fauna, maupun aktivitas keseharian masyarakat Garut. Ia juga mendapat pengaruh dari motif batik Solo, Yogyakarta, Cirebon, Indramayu, dan keunikan batik Pekalongan.

Motif-motif dari luar diolah dan disesuaikan dengan gaya dan selera para pengrajin atau masyarakat Garut. Sebut saja, motif lereng yang mengadaptasi motif parang dari batik Solo dan Yogya. Oleh pengrajin Garut, motif ini dibuat dengan berbagai variasi: releng calung, rereng sarutu, rereng pita, dan sebagainya. Ada motif arjuna menekung dan keraton galuh yang mendapat pengaruh Cirebon, dengan adanya unsur wadasan yang menjadi ciri khas batik Cirebon. Lalu, motif merak ngibing dari pengaruh Indramayu serta motif terang bulan yang beroleh pengaruh Pekalongan dari sisi komposisi warna.

Tak ada aturan khusus dalam penamaan motif batik Garut. Umumnya penamaan lebih ditekankan pada sisi visual. Tapi kadang juga tergantung pemakai atau pemesan seperti lereng dokter dan lereng camat.

Ada beberapa motif batik tulis Garut yang dikenal khas. Antara lain rereng peuteuy, rereng kembang corong, rereng merak ngibing, rereng pacul, dan limar. Selain itu, ada lereng adumanis, lereng suuk, lereng calung, lereng daun, cupat manggu, bilik, dan sapu jagat. Warna cerah dan penuh pada sisi lainnya menjadi ciri khas batik Garut.

Sebagaimana terjadi pada motif batik daerah lain, motif batik Garut pun berkembang di daerah lain. Beberapa motif dibuat para pembatik di Ciamis dan Tasikmalaya dengan komposisi warna sesuai ciri khas dan selera pembuatnya.

Kini, batik garutan sedang dalam masa transisi untuk menuju masa yang lebih baik dari segi pemasaran dan perluasan pasar. Mugi sing aya kagunaan.*

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Tim Indonesia Exploride

  • Garoet En Omstreken karya J.Z. van Dyck
    Batik dan Kita karya Nians Djumena.
    Perkembangan Etnopreneurship di Garut 1945-2010. Artikel Iim Imadudin termuat di jurnal Patanjala Vol. 3, No. 3, September 2011
    Batik Garut: Studi Tentang Sistem Produksi dan Pemasaran. Artikel Irvan Setiawan yang termuat di jurnal Patanjala edisi September 2010

This will close in 10 seconds