Cari dengan kata kunci

1527_thumb_Pura_Lingsar_dibangun_pada_tahun_1759_oleh_Raja_Ketut_Karangasem.jpg

Antara Pura dan Kesucian Mata Air

Bentuk bangunan dan sejarahnya yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mencintai benda-benda cagar budaya.

Pariwisata

Pura Lingsar dibangun pada tahun 1759 oleh Raja Ketut Karangasem Singosari. Dahulu, pembangunan pura ini bertujuan untuk menyatukan masyarakat Suku Sasak dan masyarakat pendatang yang umumnya berasal dari Bali. Hal ini bisa dilihat dari bangunannya yang bersebelahan dengan kemaliq atau sumber mata air yang dipercaya sebagai tempat suci oleh salah satu suku di Lombok.

Pura Lingsar berlokasi di Lombok bagian barat. Pura ini terletak sekitar 8 kilometer dari pusat Kota Mataram atau dapat ditempuh dalam waktu kurang dari 30 menit. Dari pusat Kota Mataram, perjalanan ke Pura Lingsar melalui Jalan Pejanggik lalu masuk ke Jalan Peternakan. Perjalanan kemudian berakhir di Jalan Gora 2. Di ujung Jalan Gora 2 inilah berdiri Pura Lingsar, sebuah tempat ibadah dengan bangunan unik yang menjadi salah satu benda cagar budaya di Pulau Ombok.

Menurut cerita penunggu pura, dahulu ada orang-orang dari Bali datang ke Lombok dan hendak mencari tempat suci. Di tengah pencarian, mereka merasa haus dan lapar lalu menghentikan sejenak perjalanan. Ketika beristirahat, terjadi ledakan yang ternyata berasal dari sebuah mata air. Dari ledakan tersebut, mereka mendapat wahyu agar mendirikan pura. Jauh sebelum masyarakat Bali mendirikan pura di tempat tersebut, orang Suku Sasak sudah percaya bahwa sumber mata air merupakan tempat yang mereka anggap suci.

Pura tersebut kemudian oleh masyarakat dikenal dengan nama Pura Lingsar. Secara etiimologi, “lingsar” berasal dari kata “ling” dan “sar”. “Ling” memiliki makna wahyu, sedangkan “sar” bermakna yang jelas. Jadi, secara harfiah, Pura Lingsar dapat diartikan sebagai bangunan suci berasal dari wahyu yang jelas.

Kompleks Pura Lingsar memiliki beberapa bagian. Bagian pertama adalah Pura Lingsar atau biasa disebut dengan Pura Gaduh. Bagian kedua adalah Kemaliq. Sementara, bagian yang terakhir Kompleks Pesiraman.

Ketiga bangunan yang dianggap suci ini selalu terbuka bagi setiap pemeluk masing-masing agama. Pura bagi mereka yang berkeyakinan Hindu dan Kemaliq bagi mereka penganut kepercayaan Wetu Telu. Wetu Telu merupakan kepercayaan asli masyarakat Suku Sasak. Kepercayaan ini merupakan sinkretisme antara keyakinan Hindu, Islam, dan keyakinan pra-Islam.

Selain menjadi tempat beribadah, Pura Lingsar juga menjadi salah satu destinasi wisata di Kota Mataram. Bentuk bangunan dan sejarahnya yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang mencintai benda-benda cagar budaya. Apalagi, saat ini pengelola sudah menyediakan kolam pemancingan, sehingga pengunjung bisa berlama-lama menikmati keindahan pura sambil duduk santai di pinggir kolam yang teduh.

Informasi Selengkapnya
  • Indonesia Kaya

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds