Pada zaman dahulu, masyarakat Batak, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki rambut panjang karena belum ada alat praktis untuk memotongnya. Meskipun keduanya memiliki ciri ini, penataan rambut bagi perempuan Batak menjadi sangat penting. Keyakinan yang berkembang saat itu menyatakan bahwa semakin panjang rambut seorang perempuan, maka semakin bertambah pesona dan nilai dirinya.
Dalam budaya suku Batak, terdapat ungkapan, “Soripada na bisuk do ina na boi mangaramoti busanana,” yang berarti seorang ibu yang baik adalah ibu yang dapat menjaga penampilannya. Ungkapan ini mendorong perempuan Batak yang dinamis untuk senantiasa berhias diri, termasuk dalam penataan rambut atau sanggul. Jika seorang wanita Batak membiarkan rambutnya terurai tanpa ditata, ia dapat menjadi bahan perbincangan atau bahkan dianggap malas. Bagi perempuan Batak, rambut memiliki makna yang setara dengan busana, bahkan sebagai mahkota yang harus dijaga dan dirawat.
“Soripada na bisuk do ina na boi mangaramoti busanana,” yang berarti seorang ibu yang baik adalah ibu yang dapat menjaga penampilannya.
Gelung Serbaguna dengan Nilai Tradisi
Salah satu sanggul tradisional Batak yang paling terkenal adalah gelung timpus, khususnya di kalangan perempuan Batak Toba. Sesuai namanya yang berarti ‘membungkus’, sanggul ini tidak hanya berfungsi sebagai hiasan rambut, tetapi juga sebagai tempat penyimpanan. Dahulu, perempuan Batak sering menyimpan daun sirih di dalam gelungan rambut mereka. Karena daun sirih merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Batak, terutama bagi para perempuan, maka gelung timpus pun tak jarang dihiasi dengan daun sirih.
Selain daun sirih, berbagai jenis tusuk konde juga digunakan untuk mengencangkan gelungan rambut ini. Masyarakat kalangan atas biasanya menggunakan tusuk konde emas atau perak, sementara masyarakat umum lebih sering menggunakan tusuk konde yang terbuat dari tulang atau duri landak.
Tahapan Membuat Gelung Timpus
Untuk memulai tatanan rambut timpus, belah rambut menjadi dua bagian sama rata dari tengah kepala hingga ubun-ubun. Dengan belahan tengah ini, rambut akan lebih mudah diatur dan tetap pada posisinya. Satukan seluruh rambut di bagian belakang kepala, lalu lilitkan secara rapi hingga ujung rambut. Terakhir, sematkan ujung lilitan tersebut pada rambut bagian kanan sehingga membentuk pusaran atau twist yang cantik.
Untuk memulai tatanan rambut timpus, belah rambut menjadi dua bagian sama rata dari tengah kepala hingga ubun-ubun.
Sebagai sentuhan akhir, tiga helai daun sirih yang telah dilipat rapi diselipkan di antara telinga dan sanggul. Kemudian, sanggul dikukuhkan dengan tusuk konde yang disebut gondang-gondang. Biasanya, satu atau dua buah gondang-gondang digunakan dan dipasangkan berdampingan.
Tradisi di Balik Penggunaan Gelung Timpus
Sejak dulu, gelung timpus telah menjadi bagian penting dari budaya Batak, baik untuk acara formal maupun informal. Seiring berjalannya waktu, gelung ini mengalami transformasi dan tetap relevan hingga saat ini. Buktinya, kita dapat menemukan inspirasi sanggul timpus pada tatanan rambut modern, seperti gaya rambut para pramugari.
Gelung timpus, sebuah warisan budaya Batak, bukan hanya sekadar gaya rambut. Dengan menyimpan daun sirih di dalamnya, sanggul ini menjadi simbol estetika dan kepraktisan yang menyatu dalam kehidupan sehari-hari perempuan Batak. Meski zaman terus berganti, nilai-nilai yang terkandung dalam gelung timpus tetap relevan, mengingatkan kita akan pentingnya melestarikan tradisi sambil beradaptasi dengan perubahan zaman.