Berangkat dari kegelisahan akan kurangnya perhatian dan pelestarian batik tulis Jawa Timur, Faega Ismail, mendirikan Rumah Batik pada 2008 silam. Bersamaan dengan pemecahan rekor MURI membatik logo Surabaya berukuran 20×10 meter, Rumah Batik diresmikan berdiri dan disahkan oleh Gubernur Jawa Timur saat itu, Imam Utomo.
Syarif Usman, generasi kedua Rumah Batik mengungkapkan, batik Jawa Timur sesungguhnya sangat kaya dan beragam. Hal ini bisa dilihat dari beragamnya corak dan motif serta kain yang digunakan. Di ruang pamer Rumah Batik di Jalan Margorejo 143 Wonocolo, Surabaya, terpampang sebagian dari begitu banyaknya motif batik Jawa Timur. Koleksi batik tersebut berasal dari kabupaten di Jawa Timur, seperti Sidoarjo, Bojonegoro, Ponorogo, hingga beberapa batik Madura dan Jawa Tengah.
Jika dibandingkan dengan batik dari daerah lain, batik Jawa Timur sebagian besar merupakan batik pesisir yang mempunyai ciri khas pada pewarnaannya yang lebih semarak. Tiap batik dari Jawa Timur juga mempunyai kelebihannya masing-masing. Seperti halnya motif Gajah Weling dari Banyuwangi, mempunyai motif yang indah dengan kainnya yang lebih keras. Dalam dunia fashion, batik Jawa Timur dianggap mampu bersaing dalam dunia fashion modern, mengingat batik dari daerah ini mempunyai motif dan warna yang lebih beragam.
Selain sebagai ruang pamer, Rumah Batik juga dilengkapi dengan ruangan produksi. Batik yang diproduksi didominasi oleh batik tulis dan sisanya sekitar 20% merupakan batik cap. Proses produksi batik tulis di Rumah Batik Jawa Timur sendiri melewati beberapa tahap. Tahapan tersebut antara lain mendesain, membatik, mewarnai, dan finishing. Tahap membatik merupakan proses yang paling lama di antara proses yang lain, mengingat proses ini berkaitan erat dengan jiwa pembatik itu sendiri.
Syarif Usman menambahkan, proses pembatikan biasanya dilakukan dalam rentang waktu dua minggu. Untuk menghasilkan kain batik berukuran 2 meter, proses pembuatan batik tulis bisa menghabiskan waktu hingga satu bulan pengerjaan. Batik produksi Rumah Batik Jawa Timur dijual per ukuran baju (satu baju membutuhkan ukuran 2,5 meter) dan dijual mulai dari harga 80 ribu hingga jutaan rupiah. Ada tiga faktor menurut Syarif yang mempengaruhi harga batik, yaitu kualitas kain, tahap pewarnaan, dan teknik pembuatan batiknya.
Agar tidak melenceng dari tujuan yang hendak dicapai, yaitu pelestarian batik Jawa Timur sebagai aset kekayaan bangsa, Rumah Batik kerap melakukan pelatihan dan edukasi kepada siapa pun yang ingin belajar membatik. Sehingga masyarakat mengenal lebih dalam lagi perihal batik nusantara, khususnya batik Jawa Timur yang mempunyai banyak motif, dan layak untuk dibanggakan. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]