Warok Suromenggolo merupakan salah seorang pembesar pasukan (manggala) yang berasal dari Kadipaten Ponorogo, Jawa Timur. Sisi kehidupannya penuh intrik politik namun menyimpan kisah cinta yang cukup romantis. Anak Suromenggolo bernama Roro Warsiyani yang mencintai Raden Subroto anak Adipati Ponorogo dipentaskan dengan apik lewat pagelaran seni dan teatrikal tradisional bertitel Warok Suromenggolo. Para pemain yang memainkan seni teater Dongkrek ini dimainkan oleh Paguyuban Reog Ponorogo Jabodetabek di tempat pertujukan Sasono Langen Budaya, Taman Mini Indonesia Indah pada Juli lalu.
Ponorogo sebagai kadipaten dari Kerajaan Majapahit di masa kekuasaan Bhre Kertabumi yang bergelar Brawijaya V (1468-1478), menyimpan sejarah mengenai sosok Raden Panembahan Batara Katong adik dari Raden Patah, Sultan Demak. Raden Batara Katong sendiri mempunyai sosok pengawal (manggala) kerajaan yang amat setia bernama Warok Suromenggolo, yang sakti mandraguna. Ponorogo dibawah pemerintahan Adipati Raden Batara Katong, mengalami kemajuan dan kemakmuran, Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Tentrem Karto Rahajo. Namun ketika ia sudah menua, kepemimpinan beralih kepada anaknya, Panembahan Agung.
Banyak intrik yang akan dilancarkan untuk memberontak kepada Panembahan Agung. Warok yang terkenal selain Suromenggolo antara lain, Suro Handoko,Gunoseco, Honggojoyo, dan Sino Kobra, ingin memberontak dan maksud ini diendus oleh Suromenggolo. Suromenggolo bertekad mempertahankan kepemimpinan yang ada.
Dalam teater Dongkrek ini, dikisahkan Jin Kluntung Wuluh menari diiringi bala tentaranya yang melingkar mengitari dengan gerak loncat kesana kemari. Kemudian muncul sosok tokoh pemuda memerankan Jin Kluntung Mungil dengan muka yang sangar mengadu kepada ayahnya Jin Kluntung Wuluh, bahwa dirinya ingin menikahi seorang wanita anak manusia. Namun sang Kluntung Mungil malah menampar anaknya.
Si Jin Kluntung Mungil ditolak untuk menikahi Cempluk atau Roro Warsiyani anak Suromenggolo. Sang ayah Kluntung Wuluh mengatakan kepada anaknya, “Anak polah bopo kepradah, anak bertingkah bapaknya ikut terkena imbasnya”.
Atas masalah anaknya, sang ayah Kluntung Wuluh mencoba membangunkan seorang petapa yakni Warok Suro Handoko, dengan mengeluarkan ilmu sakti yang dimiliki Jin Kluntung Wuluh, Warok Surohandoko pun terbangun dari pertapaannya dan membuat pasukan jin kocar-kacir.
Warok Surohandoko yang terbangun kemudian meminta kepada Raja Jin Kluntung Wuluh penguasa Gunung Dloka, untuk menjadikan dirinya seorang Warok yang paling unggul di wilayah Ponorogo, dengan mengalahkan kakaknya warok Suromenggolo. Raja Jin Kluntung Wuluh kemudian memberikan syarat bahwa Anaknya harus bisa menikah dengan Cempluk, anak dari Warok Suromenggolo.
Sebuah pusaka diberikan oleh Jin Kluntung Wuluh kepada Warok Surohandoko, berupa Aji dawet upas, berupa minuman yang berbahan cendol yang terbuat dari mata manusia. Melalui Aji Dawet Upas, Suromenggolo akan menderita luka bakar dan jatuh pingsan.
Warok Suromenggolo yang berpegang teguh dengan ajaran kemanusiaan, bertempur dengan adiknya Warok Surohandoko. Keduanya menggunakan kekuatan kanuragannya dan senjata yang sama yakni kolor sakti. Warok Suromenggolo memenangkan pertarungan itu.
Kemudian para penari jatilan masuk ke panggung teater, terdiri dari 8 orang penari putra dan 8 orang penari putri. Mereka saling bergantian menari antara putra dan putri. Diantara mereka juga terjadi parodi-parodi yang menyebabkan penonton tertawa. Sampai akhirnya masuklah reog ke atas panggung berputar-putar menari dan beratraksi.
Adegan dilanjutkan dengan Roro Suminten yang masuk ke panggung. Roro Suminten merupakan anak dari Warok Gunaseco yang mencintai Raden Subroto. Namun Warok Suromenggolo mengatakan kepada Roro Suminten bahwa Raden Subroto tidak mencintai Roro Suminten melainkan mencintai Roro Warsiyani (Cempluk). Mendengar cerita tersebut, Roro Suminten pun pingsan, tersadar dan menangis meratapi Raden Subroto. Persiapan perkawinan menjadi gagal dan undangan tersebar luas, akhirnya Roro Suminten menjadi gila. Keluarga Warol Gunaseco pun menjadi dendam, berkeinginan untuk membunuh Cempluk.
Terjadilah mediasi antara Warok Suromenggolo dan Gunaseco. Si Suromenggolo berdebat dengan Warok Gunaseco terkait dosa Cempluk, sehingga harus dibunuh. Mediasi menemui jalan buntu dan berakhir dengan perkelahian keduanya. Ketika Warok Gunaseco mulai kalah munculah Warok Surohandoko dengan menyiramkan Aji Dawet Upas ke muka Warok Suromenggolo mengenai mata Warok Suromenggolo. Namun luka tersebut sembuh seketika dengan pusaka Ruyung Bang pemberian sang Guru Batara Katong. Warok Suromenggolo akhirnya mengajak duel keduanya. Ketika keduanya hampir kalah, munculah Warok Singobowo dari Perguruan Argo Wilis, mendamaikan ketiganya yang bertikai.
Baca juga: Kisah Cinta Dewi Sekartaji
Tak lama kemudian, Roro Suminten yang gagal menikah dengan Raden Subroto, hadir diatas panggung dengan istrinya Roro Warsiyani (Cempluk) muncul ke atas panggung, dengan menggunakan jaran kepang (kuda lumping) dan berceloteh tak tahu arah, layaknya orang gila. Perlahan-lahan Roro Suminten mulai sadar dari gilanya, berkat kesaktian Warok Suromenggolo. Setelah sembuh, Warok Suromenggolo meminta Raden Subroto untuk mempersunting Roro Suminten sebagai istri keduanya. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]