Di Lombok Tengah, tepatnya di Desa Rembitan, Pujut, terdapat sebuah dusun yang masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat Suku Sasak. Suku Sasak merupakan suku yang mendiami Pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-harinya.
Sebagian besar Suku Sasak bergama Islam, sementara sebagian yang lain memeluk kepercayaan Hindu-Budha, kepercayaan Islam Wetu Telu, dan kepercayaan pra-Islam yang dinamakan dengan Sasak Boda. Di sini, berbagai agama dan aliran kepercayaan tersebut hidup berdampingan, rukun, dan harmonis.
Desa Sade tetap mempertahankan pola kehidupan leluhur mereka.
Jika setiap daerah di Nusantara berkembang mengikuti perubahan zaman, Desa Sade memilih untuk tetap mempertahankan pola kehidupan yang sudah diturunkan dari leluhur mereka. Hal tersebut terlihat dari pola kehidupan mereka yang masih homogen. Salah satu contohnya adalah kaum pria yang sebagian besar bekerja menjadi petani, sementara para perempuan bekerja membuat kain sesek.
Selain sistem mata pencaharian masyarakat Desa Sade yang masih homogen, sisi tradisional desa ini juga terletak pada tata letak perumahan yang berjajar dan memiliki bangunan yang sama. Rumah di Desa Sade dibuat menggunakan kayu, sementara atapnya terbuat dari alang-alang atau rumput gajah.
Sisi tradisional desa ini juga terletak pada tata letak perumahan yang berjajar dan bangunan yang seragam.
Di setiap rumah, terdapat bangunan khusus yang digunakan untuk menyimpan hasil panen yang biasa disebut dengan lumbung padi. Secara garis besar, anatomi rumah Suku Sasak di Desa Sade terdiri dari tiga bagian, yaitu dapur, kamar tidur, dan ruang tamu.
Menariknya, lantai di rumah tradisional Susu Sasak di Desa Sade menggunakan tanah liat tanpa diberi alas. Yang tak kalah unik, lantai tersebut dibersihkan menggunakan kotoran kerbau. Konon, cara tersebut digunakan bukan tanpa sebab. Kotoran kerbau dianggap mampu mengusir nyamuk dan menghangatkan ruangan pada malam hari ketika suhu udara cenderung dingin.
Kain sesek, yang setiap hari diproduksi oleh para perempuan, dijajakan di depan rumah mereka.
Sementara itu, kain sesek yang setiap hari diproduksi oleh para perempuan dijajakan di depan rumah mereka. Kain tenun yang indah tersebut mereka jual dengan harga berkisar antara ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Harga ini tergantung pada variasi motif dan bahan baku kain yang digunakan. Selain kain, masyarakat Desa Sade juga memproduksi kerajinan tangan seperti kalung, gelang, dan pernak-pernik. Barang-barang yang diproduksi masyarakat Desa Sade dinilai berkualitas baik sehingga digemari wisatawan.
Berkunjung ke Desa Sade sama dengan menilik sebagian kecil dari kekayaan kebudayaan Nusantara yang beragam. Sisi tradisional desa ini mampu dikembangkan menjadi salah satu penggerak roda perekonomian masyarakat, selain juga menjadi pakem untuk terus mempertahankan nilai-nilai yang ditanamkan oleh para leluhur agar terus hidup harmonis berdampingan dengan alam.