Sama halnya dengan musik tradisional berbagai suku di Asia Tenggara lainnya, musik Suku Dayak juga didominasi oleh bunyi-bunyi yang dihasilkan dari alat musik perkusi. Musik perkusi merupakan musik yang lahir dari kebudayaan yang lekat hubungannya dengan alam. Dengan kata lain, musik ini bersumber dari pola hidup masyarakat yang agraris, mengingat alat musik perkusi lahir dan terinspirasi dari tumbuhan.
Dayak memiliki berbagai alat musik perkusi, seperti togunggak, peruncong, sengkurung, gendang Dayak, dan lainnya. Yang menarik, salah satu ciri dari alat musik perkusi Dayak adalah nadanya yang saling mengisi, atau dalam istilah Suku Dayak disebut dengan ngait, ngipa, atau ningka.
Salah satu ciri dari alat musik perkusi Dayak adalah nadanya yang saling mengisi.
Menurut Willian Malm, seorang etnomusikolog berkebangsaan Amerika Serikat, tangga nada dalam alat musik Dayak tidak sama dengan alat musik tradisional Jawa. Alat musik Dayak hanya mempunyai lima tangga nada dan tidak memilki jarak nada setengah yang disebut dengan anhemitonic-penthatonic–dapat dilihat dari alat musik sape. Karenanya, banyak yang menganggap musik Dayak lebih rumit jika dibandingkan dengan alat musik tradisional Jawa yang memiliki tujuh tangga nada.
Namun, tidak semua alat musik tradisional Dayak terlihat rumit. Gendang Dayak, misalnya. Jika alat musik perkusi Dayak lainnya dimainkan menggunakan tehnik ngait, maka gendang Dayak dalam pementasan gendang beriak justru dimainkan dengan cara rampak. Suara gendang beriak hampir sama dengan suara gendang pada umumnya. Yang membedakan gendang beriak dari gendang lainnya adalah tempo permainannya. Tabuhan menghentak tapi lambat disesuaikan dengan gerakan para penari yang bertumpu pada gerak hentak kaki.
Gendang beriak merupakan pementasan alat musik perkusi asli Dayak.
Gendang beriak merupakan pementasan alat musik perkusi asli Dayak. Gendang ini biasa dimainkan oleh lebih dari dua orang laki-laki yang mengenakan pakaian adat Dayak. Pementasan gendang beriak sering diadakan dalam acara panen raya atau ketika menyambut kedatangan tamu agung. Berdasarkan perkembangannya, pementasan gendang beriak tidak hanya menjadi pementasan sakral, tapi juga menjadi sajian dalam bentuk profan.
Secara anatomi, gendang Dayak berbentuk pipih panjang. Bagian tengahnya menyempit kemudian melebar pada bagian ujung. Bentuk tersebut diyakini untuk menghasilkan suara gendang yang nyaring.
Pementasan gendang beriak tidak hanya bersifat sakral, tetapi juga dapat disajikan secara profan.
Gendang Dayak menggunakan kulit babi atau kulit kerbau. Kulit binatang tersebut dikaitkan menggunakan rotan. Rotan lalu diberi pengganjal agar lebih kuat dan tahan lama. Karena pertunjukan gendang beriak bisa dimainkan dalam keadaan berdiri, gendang ini biasa dilengkapi tali penyangga ke badan yang juga terbuat dari rotan. Tapi, jika dimainkan dalam posisi duduk, tali rotan tersebut dikaitkan ke jempol kaki.