Keraton Kutai Kartanegara memiliki sejumlah tari sakral yang hanya dibawakan pada kesempatan-kesempatan khusus. Salah satu di antaranya adalah tari ganjur atau disebut juga tari ganjar ganjur. Tari ini merupakan salah satu tari penting dalam rangkaian Festival Erau karena dibawakan setiap malam sebagai bagian dari rangkaian ritual bepelas. Selain pada Festival Erau, tari ini juga dapat ditemukan dalam seremoni penyambutan tamu agung, upacara penobatan Sultan Kutai, dan acara sakral lainnya.
Tari ganjur dibawakan oleh pria dan wanita dari kalangan dalam Keraton Kutai. Tari ini dicirikan dengan sejenis gada kayu berlapis kain yang disebut ganjur. Ganjur tersebut dimainkan oleh dua pria secara berpasangan, dengan gerakan seolah-olah seperti akan saling menyerang. Selain ganjur, digunakan pula kipas sebagai perlengkapan bagi wanita penari.
Tari ganjur dibawakan dengan tata busana yang khas, kecuali pada upacara bepelas dalam Festival Erau. Pria penari mengenakan busana atasan yang disebut miskat dan celana bawahan yang disebut dodot. Selain itu, pria penari juga mengenakan ikat kepala khusus yang terbuat dari jalinan kain berwarna merah, kuning, dan hitam. Sementara, wanita penari mengenakan baju taqwo sebagai atasan dan tapik untuk busana bawahannya.
Tari ganjur yang dibawakan dalam upacara bepelas memiliki pakem tersendiri. Tari ini didahului pembacaan mantra (memang) oleh dewa (wanita pengabdi ritual), yang bertujuan menghadirkan Sangiyang Sri Gamboh dan Pangeran Sri Ganjur, roh yang menjaga Sangkoh Piatu (Tiang Ayu). Setelahnya, diletakkan empat buah ikat kepala dan empat buah ganjur dalam dua baki besar. Empat pria lalu muncul dan mengenakan ikat kepala tadi setelah sebelumnya menghaturkan sembah hormat kepada Sangkoh Piatu dan Sultan.
Keempat penari tersebut kemudian menempati empat sudut mengelilingi Sangkoh Piatu. Seiring munculnya irama ganjur dari gamelan dan gendang, tari ini pun mulai dibawakan. Berpasangan di sisi kanan dan kiri dari Sangkoh Piatu, penari bergerak dalam arah yang berlawanan hingga tari berjalan satu putaran. Selanjutnya, dihadirkan dua orang tamu undangan untuk menggantikan dua orang penari sebagai bentuk penghormatan. Setelah sesi tersebut, tari ganjur dibawakan kembali oleh seorang pria dengan diiringi tujuh orang dewa yang menari menggunakan kipas. Prosesi tersebut diikuti dengan dilakukannya prosesi bepelas oleh Sultan atau Putra Mahkota.
Baca juga: Keraton Kacirebonan, Keraton Termuda yang Memikat di Cirebon