Sebelah utara 14 km dari Kota Serang, Banten, tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen, kawasan Banten Lama, terdapat reruntuhan bangunan yang tenggelam bersama kejayaan kerajaan Banten. Bangunan ini dahulu menjadi pusat dari kerajaan dan tempat tinggal sultan bersama keluarga dan pengikutnya. Kini, reruntuhan tersebut hanya meninggalkan cerita dibalik masa emasnya yang telah hilang. Keraton Surosowan menjadi saksi bisu saat Banten berjaya dengan pelabuhannya yang ramai dengan aktivitas perdagangan.
Belajar Sejarah Kesultanan Buton Di Benteng Keraton Wolio Baubau
Keraton Surosowan diperkirakan dibangun antara tahun 1526-1570 saat Pemerintahan Sultan Banten yang pertama yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Sejarah pembangunan keraton ini tidak lepas dari pemberian wilayah yang diserahkan oleh Sunan Gunung Jati kepada anaknya Sultan Maulana Hasanudin.
Layaknya keraton di Jawa, Keraton Surosowan juga berfungsi sebagai tempat tinggal sultan beserta keluarga dan pengikutnya. fungsi lainnya, keraton juga menjadi pusat kerajaan dalam menjalankan pemerintahan Kerjaan Banten. Hal ini terlihat dalam tata pola yang mengikuti kerajaan Islam lainnya di Jawa yang memiliki Alun-Alun di sebelah utara, Masjid Agung di bagian barat dan pasar serta pelabuhan di sisi timur dan utara keraton.
Bentuk keraton mengalami perubahan saat pemerintahan di pimpin oleh Sultan Haji pada tahun 1672-1687. Pembangunan ini dilakukan karena keraton mengalami kehancuran yang dilakukan oleh Belanda pada tahun 1680. Dibantu oleh ahli bangunan asal Belanda bernama Hendrik Lucasz, Keraton Surosowan dibangun dengan penambahan dinding di bagian sisinya.
Dinding berupa benteng setinggi 2 meter dengan lebar 5 meter ini dibangun untuk meminimalisir serangan Belanda yang pernah menyerang keraton. Atas jasanya, ahli bangunan berkewarganegaraan Belanda yang masuk islam ini diberi gelar oleh Sultan dengan nama Pangeran Wiraguna.
Ketika Belanda menyerang kembali, Keraton menjadi sasaran utama dengan penghancuran kota dan membuat Sultan dan penghuninya meninggalkan keraton. Kejadian ini terjadi pada tahun 1813 saat Gubernur Jendral Belanda dipimpin oleh Herman Daendels.
Sisa-sisa inilah yang kini terlihat dalam reruntuhan. Bangunan keraton yang menggunakan bahan bata campuran pasir dan kapur sebagai bahan dasarnya menjadi saksi bagaimana kehebatan Kerajaan Banten pada abad 17.
Walaupun hanya berupa reruntuhan, keraton yang disebut juga Benteng Surosowan ini masih memiliki beberapa sisa ruang yang dapat dilihat. Seperti Gerbang di bagian utara, serta kolam dan tempat beristirahat yang bernama Bale Kambang Rara danok. Bentuknya segi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter membuat kolam ini menjadi tempat yang pas untuk beristirahat bagi putri-putri sultan.
Luas benteng bersejarah yang mencapai 4 hektar ini membuat pemerintah Provinsi Banten menetapkan reruntuhan ini sebagai cagar budaya yang dilindungi dan kaya akan sejarah Banten. Karenanya banyak pengunjung yang sering datang hanya untuk memlihat dan sedikit membayangkan bagaimana kejayaan Kerajaan Banten lewat reruntuhan Keraton Surosowan. [Riky/IndonesiaKaya]