Cari dengan kata kunci

coverrumahbetang.jpg

Rumah Betang, Jantung Tradisi dan Pusat Kebudayaan Dayak Kanayat’n

Suku dayak memiliki arsitektur tersendiri dalam membuat rumah. Konsep rumah tradisional suku Dayak biasanya sangat dekat dengan kebudayaan dan alam.

Tradisi

Suku dayak memiliki arsitektur tersendiri dalam membuat rumah. Konsep rumah tradisional suku Dayak biasanya sangat dekat dengan kebudayaan dan alam. Seperti suku Dayak Kanayat’n misalnya yang memiliki rumah dengan arsitektur rumah dengan bentuk memanjang dengan tiang-tiang (kolong) yang tinggi. Rumah adat tersebut memiliki beberapa sebutan antara lain, rumah betang, rumah panjang atau lamin, dan sebutan lainnya adalah Long House karena bentuk rumah yang panjang.

Lokasi rumah suku Dayak Kanayat’n ini terletak di Dusun Dayak Kanayat’n, Desa Saham, Kecamatan Tengah Kemila Kabupaten Landak. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1875 dan baru mengalami rehabilitasi di tahun 2012. Rumah ini memiliki tangga yang terbuat dari batang kayu besar dan diberikan lekuk untuk memudahkan kaki melangkah naik keatas. Namun, karena sudah ada yang termakan usia, ada beberapa tangga yang di ganti dengan tangga yang modern seperti sekarang.

Melihat bentuk rumah betang dari sisi tata ruang, bentuk bangunan, aksesoris seperti patung, ukiran, pernak pernik, dan pola penataannya memiliki arsitektur tersendiri. Ini tergambar dari bagaimana pola hidup, pola pikir, filosofi serta kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat suku Dayak Kanayat’n.

Bentuk rumah betang milik suku Dayak Kanayat’n terdiri dari bangunan panjang dan hanya terdapat satu unit dalam satu kampung. Kepala Dusun Dayak Kanayat’n, Desa Saham, Kecamatan Tengah Kemila Kabupaten Landak, Jonianto, menjelaskan, “Rumah ini memiliki 35 pintu, dengan masing-masing pintu yang dapat menampung 2-3 kepala keluarga. Uniknya, rumah ini sangat tidak biasa, karena berbeda dengan rumah betang dari suku Dayak lain. Biasanya rumah betang Dayak lain tidak lebih dari 5 unit”. Ungkap Jonianto kepada tim Indonesiakaya.com yang menemuinya langsung di Dusun Dayak Kanayat’n.

Bentuk rumah betang memiliki ciri khas yakni berkolong tinggi, dengan ketinggian sampai dengan 4 meter dari permukaan tanah. Ruang kosong di bawah rumah berfungsi sebagai tempat menyimpan padi hasil panen. Badan rumah (dinding) di beberapa rumah memiliki arsitektur jengki dengan atap pelana memanjang. Struktur ruang rumah Betang memiliki serambi, dimana setiap pintu memiliki serambi yang tidak bersekat satu sama lain. Kemudian, rumah ini juga memiliki ruang keluarga, ruang dapur, dan ruang tidur.

Dapur mempunyai pemandangan langsung menuju ruang keluarga. Seperti umumnya dapur, ruang ini hanya berukuran 1x2m dan hanya untuk menempatkan tungku perapian untuk memasak. Di atas perapian biasanya ada tempara untuk menyimpan persediaan kayu bakar. Arsitektur dapur di rumah betang amat sederhana dan hanya berfungsi untuk kegiatan masak memasak saja.

Jonianto menceritakan, suku Dayak Kanayant’n memiliki beberapa keahlian misalnya, bermain musik, gong dan kecapi. Kesenian ini menurutnya, untuk mempertahankan budaya masyarakat di sini. Suku Dayak Kanayat’n juga memiliki sanggar seni, sanggar ini dimaksudkan sebagai sarana  mempertahankan budaya dan untuk keperluan regenerasi.

Selain itu, warga suku Dayak Kanayat’n mahir membuat anyaman. Anyaman dari daun tersebut kemudian dirangkai menjadi topi capling (topi tani) dan tas punggung untuk membawa hasil pertanian. ”Warga Dayak Kanayat’n memiliki mata pencaharian dari berladang dengan nyorek atau mengambil karet dan menanam padi. Setiap kali akan berladang, suku Dayak Kanayat’n memiliki beberapa ritual salah satunya bersembahyang di sebuah tempat khusus untuk memberikan penghormatan,” ungkap Jonianto.

Selain di ladang dan hutan, aktivitas suku Dayak lebih banyak dilakukan di dalam rumah baik itu aktivitas sosial, kebudayaan, bahkan pusat kekuasaan mengatur tata kehidupan masyarakat. ”Dengan kata lain, rumah betang bagi suku Dayak merupakan pusat kebudayaan dan jantung tradisi mereka. Karenanya, keberadaan rumah betang harus tetap dijaga kelestariannya. Walaupun sudah tidak ditempati lagi, setidaknya tetap dijadikan sebagai bangunan konservasi karena memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi orang Dayak,” ungkap Jonianto menutup percakapan dengan tim Indonesiakaya.com. [AhmadSirojuddin/IndonesiaKaya]

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya

This will close in 10 seconds