Paseban Tri Panca Tunggal, Bangunan Cagar Budaya di Kuningan - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Paseban_1200.jpg

Paseban Tri Panca Tunggal, Bangunan Cagar Budaya di Kuningan

Bangunan megah ini menjadi saksi perjalanan sejarah dan spiritualitas masyarakat Sunda di Kuningan, Jawa Barat.

Pariwisata

Di tepi Jalan Raya Cigugur, tepatnya di Kampung Wage, Kelurahan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, berdiri sebuah bangunan cagar budaya yang telah ada sejak tahun 1840. Bangunan ini dikenal masyarakat sekitar sebagai Paseban Tri Panca Tunggal, yang menjadi saksi perjalanan panjang sejarah dan tradisi.

Ciri khas arsitektur bangunan ini terlihat dari atap bertingkat yang dihiasi tonggak besi dengan kelopak bunga di bagian ujungnya. Selain memiliki keindahan arsitektur, tempat ini juga berperan penting dalam pelaksanaan upacara adat Seren Taun, sebuah tradisi masyarakat Sunda untuk menyampaikan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

Paseban ini tidak hanya menyimpan nilai budaya, tetapi juga jejak sejarah yang mendalam.

Paseban ini tidak hanya menyimpan nilai budaya, tetapi juga jejak sejarah yang mendalam. Pendirinya, Pangeran Sadewa Madrais atau Kyai Madrais, adalah pewaris Kerajaan Gebang di Cirebon yang luluh lantak akibat serangan pasukan VOC. Saat peristiwa itu terjadi, Kyai Madrais masih balita. Namun, setelah dewasa, ia mendirikan padepokan yang kini tetap berdiri kokoh sebagai simbol keberlanjutan tradisi dan perjuangan.

Dibangun memanjang dari timur ke barat, desain bangunan ini mengandung makna filosofis yang mendalam. Susunannya melambangkan perjalanan hidup manusia, dari awal kedatangan hingga akhir kembalinya. Setiap bagian bangunan pun menyimpan pesan simbolis, mencerminkan harmoni antara nilai-nilai spiritual dan tradisi leluhur.

Setiap bagian bangunan pun menyimpan pesan simbolis, mencerminkan harmoni antara nilai-nilai spiritual dan tradisi leluhur.

Secara etimologi, nama ini berasal dari kata “paseban”, yang berarti tempat bertemu atau berkumpul. Kata “tri” diambil dari bahasa Sanskerta yang melambangkan rasa, budi, dan pikir, sementara “panca” mengacu pada panca indra, dan “tunggal” merujuk pada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, Paseban Tri Panca Tunggal dapat dimaknai sebagai tempat untuk mempersatukan tiga kehendak utama, yaitu cipta, rasa, dan karsa, yang diwujudkan melalui sikap dan perilaku. Kehendak tersebut kemudian diterjemahkan melalui panca indra—seperti mendengar, melihat, berbicara, bersikap, bertindak, dan melangkah—sebagai bentuk upaya mendekatkan diri kepada Sang Maha Tunggal.

Paseban Tri Panca Tunggal dapat dimaknai sebagai tempat untuk mempersatukan tiga kehendak utama, yaitu cipta, rasa, dan karsa.

Di dalam Paseban Tri Panca Tunggal, terdapat sebuah pendopo yang ditopang oleh 11 pilar di sekelilingnya. Di bagian tengah pendopo, terlihat lambang burung garuda dengan sayap terbentang, berdiri di atas lingkaran bertuliskan huruf Sunda Purna Wisada. Lambang garuda ini disangga oleh sepasang naga bermahkota dengan ekor yang saling mengait. Di tengah lingkaran tersebut, terdapat simbol yang merepresentasikan makna filosofis Tri Panca Tunggal.

Selain pendopo, bangunan ini juga memiliki sejumlah ruangan lainnya, seperti Ruang Jinem, Pasengetan, Pagelaran, Sri Manganti, Mega Mendung (yang menjadi ruang kerja Pangeran Djatikusumah), dan Dapur Ageng. Khusus untuk Ruang Sri Manganti, ruang yang terletak di bagian terdalam ini berfungsi sebagai tempat pertemuan dan persiapan upacara Seren Taun, yang rutin dilaksanakan setiap tahun.

Tidak hanya menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Kuningan, Paseban Tri Panca Tunggal juga berperan sebagai padepokan yang aktif memperkenalkan seni dan budaya Kuningan.

Tidak hanya menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Kuningan, Paseban Tri Panca Tunggal juga berperan sebagai padepokan yang aktif memperkenalkan seni dan budaya Kuningan. Melalui kegiatan di padepokan ini, masyarakat diajak untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya daerah, sehingga nilai-nilai tradisi tetap hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Hal ini dapat dilihat dari batik-batik hasil karya masyarakat yang terpajang di salah satu sudut ruangan. Selain berfungsi sebagai tempat memamerkan seni, Paseban Tri Panca Tungga juga sering digunakan sebagai sanggar tari dan tempat tinggal sultan beserta keluarganya.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya