Betawi merupakan suku yang mendiami Jakarta. Akar kebudayaan Betawi merupakan akulturasi dari berbagai suku, seperti Jawa, Sunda, Ambon, bahkan Tionghoa dan Arab. Karenanya, Betawi memiliki keanekaragaman budaya, kekayaan tradisi, dan kesenian yang berlimpah. Salah satu kesenian yang bersumber dari akar kebudayaan asli Betawi adalah ondel-ondel.
Ondel-ondel merupakan kesenian boneka yang konon sudah ada sejak zaman pra-Islam di Pulau Jawa. Selalu dikaitkan dengan dunia magis, ondel-ondel mulanya merupakan simbolisasi dari penjaga kampung dari segala macam bahaya, ancaman, dan wabah penyakit. Hal tersebutlah yang kemudian menjawab pertanyaan mengapa wajah ondel-ondel dibuat begitu menyeramkan.
Ondel-ondel umumnya dibuat dari kayu dengan bagian tubuhnya menggunakan dongdang, yaitu sejenis kurungan ayam yang terbuat dari bambu. Diameter lingkaran tubuh ondel-ondel sekitar 1,5 meter, sementara tingginya bisa mencapai 4 meter. Wajah ondel-ondel dibagi menjadi dua, yaitu wajah laki-laki berwarna merah dan perempuan berwarna putih. Tidak ada catatan pasti alasan dua warna tersebut dipilih menjadi warna sepasang ondel-ondel, tapi banyak yang meyakini bahwa warna merah dan putih mewakili dwi warna dalam bendera kebangsaan Indonesia; merah berarti memiliki semangat juang dan pemberani sementara putih melambangkan kesucian. Agar terkesan menarik, kepala ondel-ondel diberi rambut dengan menggunakan ijuk, tak lupa ditambah dengan hiasan berbagai pernak-pernik.
Ondel-ondel mengenakan pakaian adat Betawi dengan warna yang terlihat mencolok. Tubuh bagian depannya diberi rongga kecil sebagai celah bagi penunggang untuk melihat ke luar. Hal ini penting agar penunggang ondel-ondel tidak kehilangan arah dan mampu bergoyang sesuai irama. Ondel-ondel juga memiliki goyangan khas yang dikenal dengan nama ngibing, yaitu gerakan memutar tubuh dengan cepat.
Pertunjukan ondel-ondel biasanya diiringi tanjidor atau kelompok orkes kampung, yang terdiri dari beberapa alat musik, seperti kendang, gong, kenong, bas, dan sukong sebagai suara melodinya. Melodi yang keluar dari sukong biasanya lagu-lagu tradisional Betawi, seperti “Kicir-kicir” dan “Jali-jali”. Hanya saja, seiring perkembangannya, kini ondel-ondel tidak hanya diiringi oleh musik tradisional. Banyak seniman yang juga memadukannya dengan berbagai musik yang sedang populer.
Di tengah gempuran modernisasi dan maraknya dunia hiburan digital, perajin ondel-ondel semakin jarang ditemukan. Hal tersebut tentu berimbas pada semakin sulitnya menemukan pementasan ondel-ondel di Jakarta. Kalaupun ada, hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seperti pada hari ulang tahun Kota Jakarta dan hari Kemerdekaan 17 Agustus. Karenanya, dibutuhkan perhatian lebih untuk tetap menjaga dan melestarikan kesenian tradisional asli Betawi ini agar tidak punah tergerus zaman.