Indonesia memiliki ribuan suku dan budaya yang membuat adanya keragaman tari daerah. Keberagaman jenis tari ini juga memiliki banyak nilai yang bisa jadi pelajaran bagi para penontonnya. Salah satunya adalah Tari Magasa, yang berasal dari masyarakat Suku Arfak di Provinsi Papua Barat.
Suku Arfak sendiri diketahui tinggal di kawasan Pegunungan Arfak. Kawasan ini berbatasan dengan Kabupaten Manokwari di sisi utara, sedangkan di sisi timur berbatasan dengan Kabupaten Manokwari Selatan. Sisi selatan berbatasan dengan Kabupaten Teluk Bintuni, kemudian sisi barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong Selatan.
Tarian Kerukunan Suku Arfak
Pada awalnya, tari magasa dilakukan oleh masyarakat Suku Arfak untuk merayakan kemenangan dari perang yang mereka lakukan. Dalam tarian ini, mereka menganggap kemenangan berhasil diraih karena adanya nilai persatuan dalam pasukan. Selain itu, tarian ini juga dimaknai sebagai simbol dari persatuan dan rasa kebersamaan dari masyarakat Suku Arfak, tanpa memandang umur, gender, dan juga status sosial.
Tarian ini juga dimaknai sebagai simbol dari persatuan dan rasa kebersamaan dari masyarakat Suku Arfak, tanpa memandang umur, gender, dan juga status sosial.
Dalam sejarahnya, Suku Arfak dikenal sebagai sebuah suku yang hidup bersahaja di pegunungan Arfak, Papua Barat. Berbeda dengan suku pegunungan lain yang terkenal memiliki sifat keras, Arfak memiliki sifat yang lembut dan penuh keramahan. Mereka dikenal pendiam tapi sangat santun dalam komunikasi sehari-hari.
Walaupun sesekali ada perselisihan dan perang antar suku, tetapi secara umum Suku Arfak adalah suku yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan dan sangat menghormati perbedaan. Nilai inilah yang coba ditunjukan dari tari magasa.
Tarian ini biasanya ditampilkan oleh para penari pria dan wanita dalam jumlah yang banyak. Para penari pria dan wanita membentuk barisan panjang sambil bergandengan tangan. Karena susunan barisannya menyerupai ular, tarian ini juga dikenal sebagai tari ular.
Untuk posisinya, para penari biasanya berselang-seling antara pria dan wanita. Setelah itu, sebuah lirik yang dinyanyikan tanpa alat musik pun mulai terdengar mengawali tarian ini. Walaupun ditarikan tanpa iringan alat musik, tetapi indahnya gerakan para penari tetap selaras dalam satu irama.
Walaupun ditarikan tanpa iringan alat musik, tetapi indahnya gerakan para penari tetap selaras dalam satu irama.
Pada masa lalu, lagu-lagu yang dinyanyikan bisa dilakukan secara berbalasan dan bahkan secara bersama-sama. Pada umumnya, pemimpin barisan akan memberi kode di awal lagu kemudian diikuti oleh pemimpin barisan.
Setelah itu, para penari saling bergandengan tangan dan saling berhimpit. Mereka perlahan bergerak meliuk ke samping sambil melakukan lompatan-lompatan kecil dengan menghentakkan kaki ke tanah. Gerakan-gerakan ini mereka lakukan berulang dengan penuh semangat dan penghayatan.
Busana yang dipakai dalam tari magasa umumnya merupakan kostum adat yang khas. Penari pria umumnya mengenakan cawat kain dan penutup kepala dari bulu burung kasuari atau cendrawasih. Mereka sering dilengkapi dengan senjata seperti pedang atau tombak yang dipegang dengan gagah.
Penari pria umumnya mengenakan cawat kain dan penutup kepala dari bulu burung kasuari atau cendrawasih.
Sementara itu, penari wanita mengenakan kain serupa sarung yang meliputi area dari dada hingga mata kaki. Sebagai aksesoris tambahan, penari wanita memperindah penampilan mereka dengan hiasan seperti bunga dan daun pohon sagu yang dipasang di rambut mereka.
Penari wanita mengenakan kain serupa sarung yang meliputi area dari dada hingga mata kaki.
Kostum-kostum ini tidak hanya menciptakan keindahan visual dalam pertunjukan tari, tetapi juga mempertegas identitas dan keunikan budaya dari Suku Arfak, tempat asal tari magasa. Dengan kostum-kostum yang kaya akan detail dan simbolisme, tari magasa tidak hanya menjadi tontonan visual yang memukau tetapi juga suatu bentuk ekspresi budaya yang mendalam.
Tradisi tari magasa terus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat hingga saat ini. Tarian ini seringkali dihadirkan dalam berbagai acara penting, mulai dari pesta pernikahan, masa panen raya, hingga penyambutan tamu yang datang serta dalam acara-acara penting lainnya.
Kini, keberlanjutan tari magasa juga tergantung pada peran masyarakat dalam mendukung dan melestarikan warisan budaya ini. Tari magasa bukan hanya sebagai ekspresi seni yang memukau tetapi juga sebagai pengingat akan kekayaan budaya yang perlu dijaga. Sehingga, setiap gerakan tari magasa bukan hanya sebagai kesenian yang indah tetapi juga sebagai langkah-langkah untuk menjaga keragaman dan kekayaan budaya Indonesia.