“Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting! Tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak maka kita akan ganti menyerang mereka itu, kita tunjukkan bahwa kita ini benar-benar orang yang ingin merdeka…” Begitulah petikan pidato Bung Tomo menjelang pertempuran 10 Nopember, saat Kota Surabaya diultimatum akan dibumi hanguskan oleh pihak sekutu.
Suara asli pidato bung Tomo yang berapi-api tersebut masih bisa didengar di Museum 10 Nopember, museum yang dibangun dengan tujuan utama mengenang kembali semangat dan pengorbanan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Museum 10 Nopember berlokasi tepat di jantung Kota Surabaya, tepatnya berada di tiga jalan utama Surabaya, yaitu Jalan Pahlawan, Jalan Tembakan, dan Jalan Bubutan.
Masuk ke kawasan museum, pengunjung akan langsung merasakan nuansa di masa-masa pergerakan kemerdekaan. Patung the founding fathers, Sukarno-Hatta menyambut, di balik patung tersebut terdapat reruntuhan bangunan, namun pilar-pilarnya masih tegak berdiri. Pillar-pilar tersebut penuh dengan coretan yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan.
Museum 10 Nopember dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukung, sehingga pengunjung bisa nyaman dan tidak bosan untuk berlama-lama di dalam museum. Berbagai fasilitas modern tersebut antara lain, diorama audio-visual, hall of fame, dan auditorium yang digunakan untuk menonton film dokumenter seputar pertempuran 10 Nopember di Surabaya.
Koleksi Museum 10 Nopember juga beragam, seperti, foto-foto dokumentasi, koleksi senjata, baik yang dipakai oleh rakyat Surabaya maupun senjata yang pernah dipakai pihak sekutu dan tentara Jepang. Selain itu, terdapat duplikat surat-menyurat, hingga pakaian seragam tentara, dan nukilan sejarah yang dilengkapi dengan suara asli.
Dibuka setiap hari mulai pukul 08.00 pagi, Museum 10 Nopember memberi gambaran betapa heroiknya rakyat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Semangat persatuan sebagai bangsa yang ingin merdeka menjadi jawaban atas pertanyaan mengapa pertempuran tersebut harus terjadi. Harga yang mahal dan mesti dibayar generasi penerus, mengingat mempertahankan lebih sulit ketimbang meraih kemerdekaan.
Baca juga: Perayaan Satu Suro Malam Sakral Masyarakat Jawa
[AhmadIbo/IndonesiaKaya]