Memantapkan Niat Seren Taun dalam Ritual Neteupken - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

4.-setelah-niat-ditetapkan-dalam-netepkeun-warga-yang-datang-dipersilahkan-makan-bersama_.jpg

Memantapkan Niat Seren Taun dalam Ritual Neteupken

Ritual Neteupken bagi masyarakat Kampung Budaya Sindang Barang merupakan prosesi awal dalam rangkaian tradisi Seren Taun.

Tradisi

Malam itu Kampung Budaya Sindang Barang terlihat lebih sibuk dari biasanya. Para pemuda kampung bergotong-royong memasang penerangan jalan dengan menggunakan lampu templok yang disanggah oleh bambu. Akses jalan utama menuju Kampung Budaya Sindang Barang kemudian menjadi terang dari biasanya. Keberadaan lampu templok tidak hanya menjadi sebatas penerang jalan, lampu ini sekaligus menandakan kampung budaya yang terletak di Kawasan Bogor ini juga sedang mengadakan kegiatan.

Tepat pukul delapan malam, tetua adat dan para kokolot sudah berkumpul. Mereka mengenakan pakaian kebesaran yang disebut dengan baju kampret, yaitu baju hitam lengan panjang yang dilengkapi dengan iket atau totopong di bagian kepalanya. Bersama warga, kemudian tetua adat memimpin jalannya ritual Neteupken yang dipusatkan di Imah Gede, sebuah rumah panggung yang biasa digunakan oleh warga Kampung Budaya Sindang Barang sebagai tempat bermusyawarah dan menyatukan pendapat.

Ritual Neteupken bagi masyarakat Kampung Budaya Sindang Barang merupakan prosesi awal dalam rangkaian tradisi Seren Taun. Secara etimologi, Neteupken berarti menetapkan dan secara harfiah Neteupken dapat dimaknai sebagai musyawarah untuk menetapkan niat setelah waktu diselenggarakannya tradisi Seren Taun sudah ditentukan. Menetapkan niat yang dimaksud tidak hanya sekadar ucapan, namun juga dilakukan dengan tindakan, yaitu dengan berdoa memohon kepada Allah supaya apa yang sudah diniatkan dan ditetapkan akan berjalan lancar dan berkah.

Ritual Neteupken secara umum terdiri dari tiga tahap. Pertama, tawasulan. Tawasulan yaitu memanjatkan doa kepada Allah agar memberikan berkah kepada nabi, kepada leluhur, dan kepada makanan dan kue-kue yang menjadi hidangan. Tahapan yang kedua adalah tausiah yang disampaikan oleh seorang Ustad. Inti tausiah ini adalah mengajarkan ajaran moral dan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam tradisi Seren Taun.

Setelah tausiah, ritual kemudian dilanjutkan dengan makan bersama berbagai hidangan yang sudah didoakan. Hidangan tersebut antara lain, tumpeng, ayam kampung bakar, 7 jenis kue, dan wewangian kembang 7 rupa. Abah Maki, tetua adat Kampung Budaya Sindang Barang, menjelaskan, adapun hidangan berupa 7 jenis kue, kembang 7 rupa, dan bakaran menyan bukan berarti kami kasih makan setan. “Orang kadang tidak mengerti, apa-apa disebut bid’ah. Padahal bakar kemenyan dan kembang 7 rupa tujuannya hanya supaya wangi.” Ungkap Abah Maki.

Makan bersama ini juga menjadi penutup ritual Neteupken. Hal ini sebagai pertanda niat untuk menyelenggarakan tradisi Seren Taun sudah mantap di hati para kokolot dan warga Kampung Budaya Sindang Barang.

Neteupken merupakan ritual awal dalam rangkaian tradisi Seren Taun di Kampung Budaya Sindang Barang. Pola ini sudah dipakai sejak zaman leluhur mereka yang juga tertulis di dalam pantun Bogor. Keesokan hari setelah malamnya melakukan ritual Neteupken, selanjutnya para kokolot akan melakukan ritual Ngembang sebagai bentuk laporan kepada leluhur.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya