Mendengar namanya, sejenak imajinasi kita akan terbawa jauh ke Amerika. Sekilas, nama ‘Green Canyon’ memang mengingatkan kita pada Grand Canyon yang berada di Arizona, Amerika Serikat. Tetapi objek wisata alam yang satu ini asli Indonesia. Terletak di desa Kertayasa, kecamatan Cijulang – Ciamis objek wisata ini menawarkan keindahan maha karya alam selama ratusan tahun. Posisinya kurang lebih 130 km dari pusat kota Ciamis dan sekitar 31 km dari Pangandaran. Tak jauh dari lokasi, terdapat pantai Batukaras dan Lapangan Terbang Nusawiru.
Nama asli dari situs wisata alam nan indah ini adalah Cukang Taneuh, yang berarti jembatan tanah. Asal-usul nama ini kemungkinan besar berasal dari jembatan alami yang terbentuk diatas lembah ini. Para warga setempat memanfaatkan jembatan alami tersebut untuk menyebrangi jurang, menuju kebun mereka. Pada tahun 1993, seorang wisatawan asal Perancis tergerak untuk mempopulerkannya dengan sebutan ‘Green Canyon’. Nama ini sepertinya berasal dari pendaran warna hijau dari lumut yang menyelimuti dinding tebing nan curam yang menjadi sumber keindahan utama dari Green Canyon.
Green Canyon sendiri terbentuk dari aliran sungai Cijulang yang melintasi gua yang dipenuhi stalaktit dan stalakmit. Aliran sungai ini pun juga melewati dua bukit dengan pepohonan yang rimbun dan bebatuan yang indah. Air di sepanjang sungai Cijulang hingga ke Green Canyon ini berwarna kehijauan. Warna hijau ini berasal dari plankton atau organisme renik sejenis alga yang hidup di air sungai yang masih alami ini. Di musim hujan, air akan terlihat hijau agak kecokelatan. Keindahan pantulan cahaya matahari yang kehijauan memendar di dinding batu alam dan sela-sela kerimbunan tumbuhan hutan menyejukkan mata kita saat melintas di sepanjang sisi sungai.
Untuk bisa sampai di lokasi, kita dapat memulai perjalanan dari Dermaga Ciseureuh. Dengan menggunakan perahu sewaan yang banyak ditemui disana kita menyusuri sungai sejauh 3 km, atau kurang lebih selama sekitar setengah jam. Kanopi hutan yang masih asri menghiasi perjalanan kita menuju pemberhentian perahu di mulut gua Cukang Taneuh. Jika beruntung, kita dapat melihat hewan-hewan air antara lain biawak berenang mencari ikan. Mulai dari sini aliran sungai menyempit dan sulit dilewati perahu. Pemandangan selanjutnya yang dapat kita temui antara lain air terjun mini di kiri-kanan sungai dan keindahan stalaktit yang bergelantung dengan kilau tetesan air dari ujungnya. Keindahan kreasi Sang Pencipta di sepanjang perjalanan amat sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.
Dari mulut gua, perjalanan dapat diteruskan dengan berenang. Ujung gua ini terletak kurang lebih 100 meter dengan kedalaman air berkisar antara 0,5-3 meter. Untuk menjaga keselamatan selama meneruskan perjalanan, pengunjung diwajibkan menggunakan pelampung. Mereka yang tidak dapat berenang pun tetap dapat menikmati perjalanan karena selain menggunakan pelampung, mereka akan didampingi pemandu yang telah berpengalaman. Bagi mereka yang haus akan tantangan, dapat mencoba meniti tebing menanjak dan mencoba meloncat ke air dari ketinggian sekitar 5 meter. Tempat untuk meloncat itu dikenal orang dengan nama Batu Payung, karena bentuk ujungnya yang membulat seperti cendawan.