Erau adalah pesta rakyat yang mulanya digelar sebagai acara perayaan setiap adanya pergantian atau penobatan raja baru pada masyarakat Kutai. Namun, selain digunakan sebagai upacara penobatan, pesta ini juga dapat diselenggarakan untuk memberi gelar kehormatan kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan.
Tradisi ini menjadi ajang perayaan untuk meluapkan rasa syukur dari masyarakat kala itu, atas limpahan hasil bumi yang diperoleh rakyat Kutai. Dalam pelaksanaannya, Erau memiliki berbagai rangkaian acara, salah satunya adalah bepelas.
Setiap malam selama tujuh hari penyelenggaraan Erau, akan terdengar suara menggelegar dari depan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara (Museum Mulawarman). Suara tersebut adalah suara dentuman dari meriam yang berada di pelataran depan museum. Dentuman meriam ini menjadi pertanda bahwa ritual bepelas sedang berjalan. Pada momen ini Ruang Sitinggil (Siti Hinggil) dipenuhi oleh kerabat kesultanan dan tamu undangan yang mengelilingi Tiang Ayu. Dewa (wanita pengabdi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) melakukan tari-tarian sakral dan membacakan mantra kepada arwah di dalam gaib.
Dentuman meriam ini menjadi pertanda bahwa ritual bepelas sedang berjalan.
Bepelas menjadi salah satu rangkaian ritual sakral pada acara Erau. Dalam ritual ini, sultan atau putra mahkota Kutai melakukan ritual berjalan menuju Tiang Ayu dengan tangan kiri berpegangan pada kain cinde dan tangan kanan memegang tali juwita. Sesampainya di hadapan Tiang Ayu, sultan atau putra mahkota akan menginjak pusaka Gong Raden Galuh yang akan disambut dengan dentuman meriam. Biasanya, acara bepelas dilakukan oleh sultan pada malam pertama hingga ketiga, sedangkan malam-malam selanjutnya dilakukan oleh putra mahkota.
Jumlah Gong Raden Galuh yang diinjak berbeda-beda setiap harinya, sesuai dengan urutan hari pelaksanaanya. Begitu juga dengan jumlah dentuman meriam. Jumlah dentuman yang terdengar pun akan berbeda-beda mengikuti berapa kali sultan menginjak gong pada malam tersebut. Pada hari pertama akan terdengar satu dentuman, pada hari kedua akan terdengar dua dentuman, begitu seterusnya hingga hari ketujuh.
Ritual bepelas dilangsungkan setelah prosesi merangin selesai dilaksanakan di Serapo Belian, kecuali ketika jatuh pada malam Jumat. Sebelum sultan atau putra mahkota melakukan bepelas, dewa dan belian akan terlebih dahulu menjalankan sejumlah ritual. Ritual yang dilakukan akan dimulai dengan berputar mengelilingi Tiang Ayu sebanyak tujuh kali putaran. Setelah tujuh kali putaran, para belian duduk berjajar di sini kiri Tiang Ayu, sedangkan para dewa di sisi kanan Tiang Ayu berada.
Ritual bepelas dilangsungkan setelah prosesi merangin selesai dilaksanakan di Serapo Belian, kecuali ketika jatuh pada malam Jumat.
Selanjutnya, para dewa akan melakukan sejumlah tarian sakral. Tarian pertama yang dilakukan adalah tari selendang dengan mengelilingi Tiang Ayu sebanyak satu kali. Lalu dilanjutkan dengan tari kipas dan tari jung njuluk. Kemudian, pawang dewa mengucapkan mantra untuk menghadirkan Dewa Karang dan Pangeran Sri Ganjur yang dipercaya oleh masyarakat Kutai menjadi penjaga Tiang Ayu dari gangguan alam gaib selama pelaksanaan bepelas.
Kemudian, seorang dewa akan melakukan tari dewa memanah. Tari ini dilakukan menggunakan sebuah busur dan batang kayu berapi sebagai anak panahnya. Sang penari akan berkeliling satu putaran lalu melepaskan anak panah berapi tersebut ke empat penjuru saat berputar untuk kedua kalinya. Jika api yang ada di anak panah mati, sang penari harus menyalakannya kembali dengan api dari lilin yang mengelilingi Tiang Ayu.
Tarian terakhir yang dilakukan adalah tari ganjur. Tarian ini dilakukan oleh empat orang pria yang mengenakan ikat kepala khusus dan gada kain (ganjur). Tari ini dilakukan sebanyak satu putaran lalu dilakukan kembali satu putaran oleh empat orang yang berbeda (beganjur), biasanya mengajak dua tamu kehormatan yang didampingi dua orang kerabat kesultanan. Setelah putaran kedua, dilakukan tari ganjur oleh seorang pria yang diikuti oleh beberapa dewa. Selepas rangkaian prosesi tersebut dilakukan, barulah bepelas dilakukan oleh sultan atau putra mahkota.