Museum Radya Pustaka, Museum Tertua di Indonesia - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Museum_Radya_Pustaka_1200.jpg

Museum Radya Pustaka, Museum Tertua di Indonesia

Didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada 18 Oktober 1890 ini merupakan museum tertua yang ada di Indonesia.

Pariwisata

Terletak di Jalan Slamet Riyadi, tidak jauh dari Taman Sriwedari, terdapat sebuah bangunan yang menjadi bukti pentingnya pengarsipan bagi masyarakat Solo. Museum Radya Pustaka yang didirikan oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV pada 18 Oktober 1890 ini merupakan museum tertua yang ada di Indonesia.

Terletak satu kompleks dengan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, bangunan yang sekarang menjadi museum sebelumnya merupakan kediaman seorang warga negara Belanda yang bernama Johannes Busselaar. Karenanya, museum ini pun memiliki nama lain yaitu Loji Kadipolo.

Secara etimologi, “radya” berarti pemerintah, sementara “pustaka” berarti surat. Tempat ini dulunya merupakan tempat penyimpanan surat-surat kerajaan. Seiring berjalannya waktu, yang disimpan di dalam tempat ini tidak hanya surat, tapi juga berbagai benda penting yang berhubungan dengan kerajaan. Dan semakin lama, seiring semakin bertambahnya koleksi yang dimiliki, tempat ini pun menjadi museum.

Karena sebelumnya merupakan rumah hunian, tata ruang museum ini pun tidak seperti museum pada umumnya. Bentuk bangunan asli tetap dipertahankan, dengan hanya mengubah beberapa bagian, seperti menghilangkan kamar mandi untuk mendapatkan ruang pamer yang lebih luas.

Di bagian halaman museum, terdapat patung Rangga Warsita, seorang pujangga besar yang hidup di Surakarta pada abad 19. Masuk ke dalam bangunan, ruang pertama yang dijumpai adalah ruang yang menyimpan berbagai jenis wayang. Tidak hanya berbagai jenis wayang dari dalam negeri, seperti wayang purwa, wayang gadog, wayang madya, wayang klithik, wayang sukat, dan wayang beber, berbagai wayang dari luar negeri pun menjadi bagian koleksi yang ditampilkan di ruang ini. Misalnya saja wayang nang dari Thailand.

Beralih ke ruang berikutnya, yaitu Ruang Tosan Aji atau ruang logam berharga. Di ruang ini, dipamerkan berbagai senjata yang terbuat dari logam, arca, serta miniatur-miniatur rumah joglo, rumah asli Jawa Tengah. Berlanjut ke ruang berikutnya yang menyimpan berbagai jenis keramik. Tapi, sebelum masuk ke ruang ketiga, di antara ruang kedua dan ketiga, dapat dilihat sebuah orgel atau kotak musik. Orgel ini merupakan hadiah yang diberikan Napoleon Bonaparte kepada Paku Buwana IV (1788-1820).

Di ruang ketiga, tersimpan berbagai jenis keramik. Mayoritas keramik yang disimpan di ruang ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda. Pada salah satu dinding ruang ini, dipajang aneka piring sewon. Piring sewon merupakan piring yang khusus dibuat untuk memperingati 1.000 hari meninggalnya seseorang,  biasanya anggota kerajaan.

Ruang keempat adalah perpustakaan. Buku-buku yang menjadi koleksi perpustakaan di sini mayoritas berbahasa Belanda dan Jawa, meski ada sebagian kecil koleksi yang berbahasa Indonesia. Buku-buku di sini tertata dengan rapi dan cukup terawat. Semua koleksi yang ada di perpustakaan ini hanya boleh dibaca di dalam ruang perpustakaan.

Sebelum menuju ruang kelima, di depan ruang keempat, terdapat patung Johannes Albertus Wilkens. Dia merupakan seorang ahli bahasa yang membuat kamus Jawa-Belanda. Sayang, karyanya tidak dapat ditemukan di museum ini.

Ruang kelima merupakan ruang yang menyimpan berbagai koleksi yang dibuat dari bahan perunggu, seperti patung dan gamelan. Sementara, ruang keenam merupakan ruang etno. Di ruang yang paling luas ini, tersimpan gamelan agung  milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV.

Selain itu, ada pula alat tenun tradisional dan gamelan genderan yakni satu set gamelan yang dirangkai menjadi seperti meja dan dapat dimainkan oleh satu orang yang merupakan sumbangan seorang anggota keluarga keraton.

Ruang ketujuh adalah Ruang Rojomolo. Rojomolo adalah sosok raksasa penguasa laut. Patung ini merupakan karya Pakubuwono V. Patung Rajamala merupakan hiasan bagian depan perahu yang digunakan untuk menjemput permaisuri Pakubuwono IV. Di bagian belakang, ruang terakhir, terdapat maket makam raja-raja Imogiri serta berbagai arca.

Pada tahun 2006, museum ini sempat menjadi pemberitaan karena sebagian koleksinya hilang. Koleksi yang asli telah ditukar dengan replika. Setelah melalui pencarian, sebagian dari koleksi yang hilang dapat ditemukan. Sebagian koleksi yang ada di museum ini pun merupakan replika, yang ditandai dengan keterangan khusus.

Museum Radya buka dari Hari Selasa sampai dengan Hari Minggu. Waktu operasionalnya adalah dari jam 08.30 WIB sampai jam 13.00 WIB.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya