Alunan musik tradisional terdengar bersamaan dengan syair yang sekilas mirip seperti sebuah mantra. Sekelompok penari dengan balutan busana campuran berwarna hitam, merah, dan emas terlihat keluar panggung dan bersiap dengan posisinya masing-masing. Dengan gerakan yang seirama, mereka pun mementaskan sebuah tarian tradisional asal Tokotua, Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara yang bernama tari lummense.
Lummense berasal dari suku kata “lumee” yang bermakna pembersihan dan “eense” yang berarti melonjak-melonjak. Lumee ibarat sebuah tempat atau wadah yang sudah bersih kemudian dibersihkan kembali, dan eense melonjak-melonjak seperti berada di atas bara api. Jika digabungkan, lummense bermakna tarian untuk membersihkan noda, dosa, dan bencana dengan gerakan melonjak-melonjak.
Lummense berasal dari suku kata “lumee” yang bermakna pembersihan dan “eense” yang berarti melonjak-melonjak.
Tari lummense telah berkembang sejak 200 tahun yang lalu. Tari ini pernah lenyap sekitar tahun 1946 sampai dengan tahun 1960, kemudian muncul kembali pada tahun 1962. Pada tahun 1973, tari lummense terus berkembang di kalangan masyarakat. Sampai sekarang, tarian tersebut tetap dipertahankan sebagai tarian tradisional di daerah Buton.
Sebelum agama Islam masuk ke Sulawesi Tenggara, tarian ini kerap dilakukan sebagai ritual masyarakat tradisional Kabaena untuk memanggil para roh leluhur. Ritual ini merupakan penyembahan kepada roh halus yang disebut kowonuano (penguasa/pemilik negeri) dengan menyajikan berbagai jenis makanan. Makna dari ritual ini adalah agar kowonuano mau mengusir wabah atau bencana yang akan datang.
Seiring berjalannya waktu, kesultanan Buton menjadikan tari lummense sebagai tarian yang dipentaskan untuk mengiringi masyarakat dalam membuka lahan garapan. Dalam pelaksanaannya, para pria membawa parang yang menggambarkan petani. Kemudian, ada pohon pisang yang merepresentasikan bencana.
Penari perempuan memakai baju hitam dan rok merah marun dengan bawah baju mirip seperti bentuk ikan duyung. Baju ini disebut taincombo. Sedangkan, penari laki-laki memakai taincombo yang dipadukan dengan selendang merah dan korobi, yaitu sarung parang dari kayu yang dipakai di pinggang sebelah kiri.
Penari perempuan memakai baju hitam dan rok merah marun dengan bawah baju mirip seperti bentuk ikan duyung.
Koreografi Tari Lummense
Tari lummense diawali gerakan maju mundur, bertukar tempat, lalu membentuk huruf Z dan berubah menjadi S. Gerakan dinamis ini disebut momaani (ibing). Bagian klimaks tarian ini adalah pohon pisang yang ditebas dengan parang hingga jatuh. Tari ditutup dengan penari yang membentuk setengah lingkaran. Mereka saling mengaitkan tangan dan bergerak naik turun sambil mengimbangi kaki maju mundur.
Musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tari lummense berasal dari gendang, gong besar (tawa-tawa), dan gong kecil (ndengu-ndengu). Pemain alat musik biasanya tiga orang. Properti utama yang digunakan dalam tarian ini berupa parang dan anakan pohon pisang. Jumlah pohon pisang disesuaikan dengan penari pria.
Properti utama yang digunakan dalam tarian ini berupa parang dan anakan pohon pisang.
Kini, tari lummense juga mulai dimainkan pada berbagai acara seperti pernikahan, penyambutan tamu penting, hingga acara budaya. Bahkan, tari Lummense ini pernah ditampilkan pada peringatan HUT RI ke-77 di Istana Negara pada tahun 2022 lalu.