Sebuah forum seni budaya yang digawangi oleh trio seniman kreatif seperti Butet Kartaredjasa, Agus Noor dan Djaduk Ferianto kembali menghibur para penikmat seni dengan lakon bertajuk Pemburu Utang. Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation, pentas ke-34 diselenggarakan pada 1 dan 2 November 2019 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki pukul 20.00 WIB.
"Setelah sebelumnya Indonesia Kita menghibur para penikmat seni dengan pementasan Kanjeng Sepuh, Celeng Oleng, dan Toean Besar, kali ini Indonesia kita kembali menghibur para penikmat seni dengan pementasan Pemburu Utang yang juga menjadi penutup rangkaian tema utama tahun ini yaitu, Jalan Kebudayaan Jalan Kemanusiaan. Semoga melalui humor dan tema besar yang mereka sajikan tahun ini, Indonesia Kita dapat menyadarkan para penikmat seni tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman dalam kehidupan sosial," ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Kisah ini bermula dari situasi di suatu negara yang tidak sanggup menanggung beban utang, dan rakyat yang menanggung utang-utang negara. Setiap warga negara diwajibkan ikut membayar utang dan warga negara yang masih memiliki aset dan kekayaan, akan disita untuk menyelamatkan keutuhan negara. Karena situasi seperti itu maka seluruh rakyat memilih untuk menjadi miskin. Semua beramai-ramai membangkrutkan diri dan lebih memilih hidup menggelandang atau menjadi pengemis.
Tapi ketika menjadi pengemis dan gelandangan pun mereka didenda. Bila tak mampu membayar denda, maka mereka dianggap memiliki utang pada negara dan harus membayarnya dengan cara apapun, dicicil atau dikredit dengan bunga tinggi. Dalam keadaan itu, muncul Partai Pengemis Nasional, yang beranggotakan seluruh orang miskin. Partai ini kemudian menyelenggarakan kongres besar dengan mengundang seluruh pengemis dan orang-orang miskin. Kongres tersebut memutuskan agar semua orang harus ikut membayar utang dan dibentuklah petugas "Pemburu Utang" yang bertugas menyita apapun barang berharga yang masih tersisa.
Sebenarnya, di antara pengemis dan orang-orang miskin itu ada banyak orang kaya dan berduit. Namun agar kekayaan mereka tak diambil "Pemburu Utang" maka orang-orang kaya itu memilih pura-pura miskin. Setiap orang menjadi ingin terlihat paling miskin dan menderita. Masing-masing selalu menceritakan seluruh penderitaan dan kesusahannya. Semakin terlihat menderita dan susah, mereka malah terlihat makin hebat.
Karena semua ingin terlihat miskin, maka barang-barang mewah yang sebelumnya menjadi status sosial orang kaya, menjadi tak berarti. Yang dicari justru barang-barang atau benda-benda yang buruk, jelek, rusak, rombeng. Semakin rombeng barang itu, justru makin dicari. Baju-baju mewah dan bagus tak ada yang mau beli, tapi pakaian rombeng dan penuh tambalan justru disukai. Kemiskinan menjadi mode. Kemiskinan menjadi lifestyle. Semakin tampak miskin semakin modis dan bergaya. Mereka tak menyadari bahwa semua itu hanyalah proyek yang sedang dirancang agar orang-orang menikmati segala macam bentuk kemiskinan. Ketika banyak yang menderita, selalu ada yang mengambil keuntungan dari penderitaan itu.
Agus Noor, selaku sutradara dan penulis naskah Pemburu Utang mengungkapkan, "Seni merupakan refleksi kompleksitas manusia dengan beragam dimensi. Kesadaran ini menjadi dasar untuk mengolah gagasan-gagasan kreatif dalam menciptakan pertunjukan Indonesia Kita sepanjang tahun 2019 di mana kita semua berada di antara gegap gempita peristiwa politik, namun kebudayaan mengingatkan kita untuk memuliakan kemanusiaan."
Lakon yang ditulis dan disutradarai oleh Agus Noor ini, menampilkan Cak Lontong, Marwoto, Akbar, Mucle, Inaya Wahid, Yu Ningsih, Endah Laras, Sruti Respati, Heny Janawati, Encik Krishna, Wisben, Joned, Odon Saridon, dan Kiki Narendra.
"Proses kerja bersama secara terus menerus adalah semangat dan motivasi kami yang sejak awal ingin menjadikan Indonesia Kita sebagai laboratorium kreatif seni pertunjukan. Sejauh ini kolaborasi kami dengan seniman dan pelaku seni dari berbagai daerah, baru mencapai 34 pertunjukan. Semoga di masa mendatang, bisa berkolaborasi lebih banyak lagi pelaku seni lainnya," ujar Butet Kartaredjasa selaku penggagas Indonesia Kita.
Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.