Kebudayaan Jawa, begitu pula dengan Bali, tidak terlepas dari alat musik ini. Berbagai pertunjukan mulai dari tari, wayang, dan kesenian lain menjadikan alat musik ini sebagai pengiring utama. Inilah gamelan, alat musik yang memegang peran penting dalam kehidupan kebudayan dan kesenian di Jawa.
Di luar Kota Solo, tepatnya di Kabupaten Sukoharjo, terdapat sebuah desa yang penduduknya dikenal sebagai perajin gamelan dari generasi ke generasi. Wirun nama desa tersebut.
Cukup mudah mengenali desa ini, karena di gapura depan desa sudah terpampang tulisan “Desa Gamelan” lengkap dengan sebuah gamelan berukuran besar.
Desa Wirun tidak ubahnya desa-desa lain yang ada di Pulau Jawa. Suasana terasa tenang, masyarakat memamerkan senyum ketika beradu pandang dengan orang lain, serta sawah hijau yang membentang luas. Tapi masuklah lebih ke dalam, dan Anda akan mendengar suara pukulan besi secara samar-samar.
Dekati sumber suara itu, dan akan terlihat sekelompok pria yang bekerja di dalam sebuah bangunan. Bangunan itu tidak terlalu luas, tidak ubahnya rumah lain. Yang membedakan, tidak ada kamar di dalam bangunan itu. Hanya dinding yang menjadi batas bagian dalam dengan bagian luar. Di tengah ruang, ada kobaran bara berwarna merah. Pada saat-saat tertentu, nyala bara akan membumbung tinggi. Hawa di dalam ruang meningkat dengan cepat. Ketika nyala bara meredup, akan disusul dengan suara palu yang beradu dengan lempengan logam.
Tidak terlalu jelas sejak kapan penduduk Desa Wirun berprofesi sebagai perajin gamelan. Penduduk desa ini hanya mengingat bahwa kerajinan gamelan sudah ada di desa ini sejak kakek atau bahkan buyut mereka – melalui cerita yang disampaikan secara turun-temurun.
Pembuatan gamelan di desa ini sudah cukup modern. Para perajin menggunakan pemanas berbahan bakar gas untuk memasak bahan lempengan dan memanaskan lempengan. Sementara untuk proses pembentukan lempengan hingga menjadi gamelan sesuai dengan ukuran yang diinginkan, masih mengandalkan tenaga manusia yang dibantu dengan palu. Dengan cara tersebut, jika semua proses berjalan lancar, dalam satu hari, setiap kelompok perajin di sini dapat menghasilkan dua buah gamelan.
Proses pembuatan gamelan dimulai dengan memasak bahan untuk membuat lempengan. Bahan yang digunakan adalah timah dan tembaga. Kedua bahan tersebut dimasak di dalam wadah yang terbuat dari tanah liat. Setelah kedua bahan tersebut meleleh dan menghasilkan campuran yang pas, lalu dituangkan ke dalam cetakan. Ukuran cetakan serta jumlah bahan yang dimasak tergantung pada ukuran gamelan yang akan dibuat.
Setelah dingin, campuran dua bahan tadi akan dikeluarkan dari cetakan lalu jadilah plat. Plat inilah yang kemudian secara berulang-ulang akan dipanaskan lalu ditempa hingga menghasilkan bentuk yang diinginkan. Proses penempaan plat, jika tanpa hambatan, hingga menghasilkan bentuk yang diinginkan sekitar 2 jam 15 menit. Proses ini melibatkan sekitar 7-9 pekerja.
Setelah mendapatkan bentuk yang diinginkan serta ukurannya sesuai dengan standar yang telah ditentukan, gamelan akan masuk ke proses selanjutnya. Nada gamelan akan diatur sesuai dengan standar bunyi yang sudah ada. Pengaturan nada ini, walau sudah ditemukan tehnologi yang memudahkan proses, tidak jarang masih berdasar insting. Setelah memperoleh nada yang diinginkan, gamelan akan dipoles agar penampilannya terlihat menarik dan dikumpulkan dengan gamelan-gamelan lain.
Satu set gamelan yang berjumlah sekitar 300 buah (berukuran dari yang paling kecil hingga gong) dapat dibuat dalam 4 bulan. Mengenai harga, tergantung pada jumlah dan ukuran gamelan yang diinginkan. Satu set gamelan yang lengkap bisa dihargai hingga puluhan juta rupiah.
Perajin gamelan di Desa Wirun tidak hanya membuat gamelan Jawa. Para perajin di sini pun membuat gamelan Bali. Sementara, pesanan yang mereka terima pun tidak hanya untuk keperluan dalam negeri. Gamelan-gamelan karya perajin di Desa Wirun juga telah diekspor ke beberapa negara seperti Jepang dan Malaysia.