Menjelajah Sungai Cigenter di Taman Nasional Ujung Kulon - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

sungai_cigenter_1200.jpg

Menjelajah Sungai Cigenter di Taman Nasional Ujung Kulon

Air kehijauan, rimbun bakau, dan satwa liar yang mengintip—Sungai Cigenter menghadirkan ketenangan sekaligus kejutan di setiap keloknya.

Pariwisata

Sungai Cigenter yang terletak di kawasan Ujung Kulon, Banten, menyajikan pengalaman susur sungai yang memikat. Arusnya tenang, airnya kehijauan, dan di sepanjang alirannya, rimbunan tumbuhan bakau merambat indah di tepian. Kadang, dari balik dahan dan daun yang lebat, sekelompok kera muncul dan mengintip aktivitas manusia yang melintas—membuat perjalanan terasa seperti petualangan di sungai Amazon.

Sesekali, patahan batang pohon melintas dan sedikit menghambat laju jukung, perahu tradisional yang digunakan wisatawan untuk menyusuri sungai. Namun justru itulah yang menambah kesan alami dan liar dari lanskap ini. Begitulah pemandangan khas yang akan ditemui saat menjelajahi Sungai Cigenter—sebuah sungai tenang yang menyimpan kejutan di balik hijaunya rimba.

Sungai Cigenter berada di Pulau Handeuleum, bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon yang luasnya mencapai 200 hektare.

Secara administratif, Sungai Cigenter berada di Pulau Handeuleum, bagian dari Taman Nasional Ujung Kulon yang luasnya mencapai 200 hektare. Kawasan ini tak hanya kaya akan keanekaragaman hayati, tapi juga menyimpan pengalaman ekowisata yang tak mudah dilupakan.

Sebelum memulai petualangan menyusuri Sungai Cigenter, para pengunjung terlebih dahulu diwajibkan melapor kepada petugas kepolisian hutan di Pulau Handeuleum. Prosedur ini merupakan bagian dari pengelolaan kawasan konservasi yang ketat, mengingat Sungai Cigenter berada dalam wilayah Cagar Alam Ujung Kulon.

Setelah proses pelaporan selesai, pengalaman menyusuri sungai pun dimulai. Perjalanan diawali dengan menaiki perahu kayu menuju titik awal sungai, sebelum akhirnya berganti menggunakan kano atau jukung—perahu kecil tradisional yang mampu menampung 4 hingga 6 orang.

Sensasi mendayung jukung di tengah lebatnya rimba menghadirkan nuansa purba yang khas. Perahu yang terbuat dari batang kayu yang dilubangi ini mengingatkan kita pada alat transportasi masa prasejarah—saat manusia memanfaatkan alam secara langsung untuk melintasi sungai dan hutan.

Sensasi mendayung jukung di tengah lebatnya rimba menghadirkan nuansa purba yang khas.

Perjalanan dimulai dari muara, yang menjadi pintu masuk ke Sungai Cigenter. Di bagian ini, air sungai tampak berwarna biru jernih. Namun semakin dalam menjelajah, warna air perlahan berubah menjadi hijau kehijauan, dipantulkan dari lebatnya vegetasi di sekelilingnya—menegaskan kesan alami dan liar yang masih terjaga hingga kini.

Sungai Cigenter memiliki kedalaman hingga enam meter dengan permukaan berlumpur, mirip dengan karakter sungai-sungai di daratan. Di sisi-sisinya, hutan bakau membentang luas dan lebat, menutupi hampir seluruh pandangan dengan rona hijau yang menenangkan.

Di antara pepohonan itu, sesekali gerombolan kera muncul, seolah mengintip kegiatan manusia yang melintas untuk menghilangkan rasa penasaran mereka. Kadang, mereka melompat lincah dari satu dahan ke dahan lainnya, menambah kesan alami dari ekosistem sekitar.

Mendayung di Cigenter paling asyik dilakukan perlahan. Biarkan arus sungai yang tenang membawa jukung melaju pelan, memberi ruang bagi pengunjung untuk menikmati suasana hutan tropis yang masih perawan. Terlalu keras mendayung justru bisa menimbulkan suara dan cipratan air yang mengganggu ketenangan satwa liar yang hidup di sepanjang aliran sungai ini.

Sungai Cigenter juga menjadi habitat alami bagi satwa liar seperti buaya dan ular python.

Ketika arus membawa jukung perlahan menyusuri aliran sungai, tak hanya kera yang sesekali muncul di antara rimbun pepohonan. Sungai Cigenter juga menjadi habitat alami bagi satwa liar seperti buaya dan ular python. Meski tak mudah terlihat, dengan gerakan tenang dan tanpa suara gaduh, peluang untuk menjumpai penghuni asli Ujung Kulon ini akan lebih besar.

Di ujung aliran sepanjang dua kilometer, terdapat sebuah air terjun yang menjadi pemandangan penutup nan memesona. Sayangnya, akses menuju titik tersebut hanya melalui satu jalur sungai. Jika sewaktu-waktu ada batang pohon tumbang melintang di tengah aliran, pengunjung harus bersiap kecewa—karena tak ada jalur alternatif untuk mencapai air terjun tersebut.

Informasi Selengkapnya
  • Elsa Dwi Lestari

  • Indonesia Kaya