Sekitar 3 kilometer dari pelabuhan kecil kota Sorong, kami melihat beberapa pulau besar. Salah satu yang paling terkenal adalah pulau Doom. Pulau ini terlihat cukup dekat dengan Sorong dan benar saja hanya memerlukan waktu 15 menit dengan menggunakan perahu nelayan untuk mencapainya. Pulau Doom yang tidak kami ketahui sebelumnya, ternyata menyimpan kekayaan sejarah Sorong yang tak kalah menarik dengan kondisi alamnya yang indah. Inilah catatan perjalanan kami di pulau yang sarat akan nilai sejarah ini.
Pulau Doom, atau yang biasa disebut juga Pulau Dum oleh masyarakat asli setempat (suku Malamooi) memiliki arti pulau yang ditumbuhi banyak pohon buah. Hal ini beralasan karena banyak sekali tanaman buah-buahan yang tumbuh di pulau ini, terutama buah sukun yang paling mendominasi. Pulau ini tidak terlalu besar karena memiliki luas hanya sekitar 5 kilometer persegi dan dapat dikelilingi habis hanya dalam waktu 45 menit saja. Walaupun demikian, Pulau ini termasuk padat dan banyak ditinggali oleh para pendatang yang umumnya suku Jawa, Buton, Bugis, atau Toraja.
Namun, keistimewaan Pulau Doom bukan pada kondisi geografisnya semata. Pulau Doom sudah dikenal dan ditinggali sejak masa pendudukan Belanda. Istimewanya pulau ini adalah nilai sejarah yang dimilikinya. Belanda sudah melirik keberadaan pulau ini sejak tahun 1800-an dan kemudian sekitar tahun 1935 Pulau Doom dijadikan sebagai ibukota pusat pemerintahan Sorong yang disebut Onderafdeling. Pada masa itu, Sorong sama sekali belum berbentuk kota, pusat kegiatan sepenuhnya berada di Pulau Doom. Hal ini tentu saja membuat Doom lebih dulu mendapat aliran listrik, infrastruktur dan berbagai fasilitas dibandingkan Sorong daratan. Jadi, tidak heran bila pada saat itu Pulau Doom lah yang paling bersinar diantara tempat-tempat lain di perairan Sorong. Oleh karena terang cahaya itu, masyarakat setempat juga menyebut Pulau Doom dengan sebutan pulau bintang.
Tidak hanya Belanda, Jepang pun pernah merasakan tinggal di pulau ini. Pada masa perang dunia ke dua, Jepang menjadikan Pulau Doom sebagai basis pertahanan mereka di wilayah perairan Hollandia. Tentara Jepang banyak membuat gua-gua yang saling terhubung dengan banyak bunker-bunker pertahanan ala strategi perang Jepang kala itu. Oleh karenanya, tidak aneh bila saat ini kita akan menemukan banyak sekali gua-gua peninggalan Jepang tersebar luas di wilayah daratan Pulau Doom.
Keberadaaan Belanda dan Jepang ini tentu saja memunculkan sebuah kondisi khusus bagi Pulau Doom di masa sekarang ini. Pertama kami menjejakkan kaki di pulau ini, aura sejarah sudah sangat terasa sekali. Bangunan-bangunan di pulau Doom memiliki arsitektur yang sangat berbeda dengan wilayah Papua manapun, termasuk kota Sorong. Biasanya rumah masyarakat Papua pada umumnya berbentuk rumah panggung dan dibuat dari kayu, namun di Pulau Doom kita akan menyaksikan rumah-rumah khas Belanda dengan konstruksinya yang terkenal kuat dan tersusun rapih. Berbagai peninggalan fasilitas Belanda seperti Gardu Listrik, Gereja dan Gedung Serba Guna pun masih dapat kami lihat berdiri kokoh. Kami merasa seperti tidak berada di wilayah Sorong.
Hal unik lainnya adalah keberadaan alat transportasi berupa becak yang banyak berlalu-lalang di pulau ini. Hebatnya, becak hanya ada di pulau ini saja dan tidak menyebar hingga ke kota Sorong. Menurut salah seorang tukang becak, keberadaan becak ini dibawa oleh beberapa transmigran yang dahulu memutuskan untuk tinggal di Pulau Doom. Kondisi ini akhirnya berkembang dan menjadikan becak sebagai salah satu alat transportasi utama di pulau indah ini. Selain becak, juga terdapat motor dan sepeda sebagai alat transportasi. Sedangkan untuk menghubungkan Doom dengan Sorong masyarakat umumnya mengandalkan kapal motor atau kapal nelayan.
Hingga saat ini keberadaan Pulau Doom masih dikenal luas. Bahkan, bagi sebagian veteran tentara Belanda yang pernah bertugas di Pulau ini, Doom akan selalu menarik untuk dikunjungi. Banyak sekali wisatawan asing khususnya warga Belanda dan Jepang yang secara tersendiri datang ke Pulau Doom hanya untuk mengenang masa lalu dan berkeliling mengingat nostalgia keberadaan mereka di tempat ini. Kami sangat terpukau dengan pesona sejarah pulau ini dan berharap masyarakat pendatang yang baru menempati pulau ini pun mempunyai kesadaran untuk melestarikan harta sejarah tak ternilai Pulau Doom.
Baca juga: Menikmati Eksotisnya Pulau Samalona di Bumi Makassar
[@phosphone/IndonesiaKaya]