Jika tertarik mendalami berbagai ritual kehidupan tradisional masyarakat Bali, Museum Yadnya adalah salah satu tempat yang harus Anda kunjungi. Museum ini menjadi sumber wawasan yang tak ternilai mengenai seluk beluk ritual yang dilakukan masyarakat Bali. Museum yang berdiri sejak tahun 1974 ini dahulu bernama Museum Manusa Yadnya. Setelah dilakukan rehab total dan penambahan koleksi, museum ini kemudian dinamakan Museum Yadnya.
Museum Yadnya terletak di Jalan Ayodya, Desa Mengwi, Kabupaten Badung, dan berjarak kurang lebih 18 kilometer dari Denpasar. Posisi Museum ini berada di sisi sebelah barat dari Kompleks Pura Mengwi Taman Ayun. Kompleks museum dipisahkan oleh sebuah parit selebar kurang lebih 50-70 meter dengan pura ibu (paibon) dari Kerajaan Mengwi tersebut. Museum ini dibuka untuk umum setiap hari, kecuali pada hari raya Nyepi.
Museum ini menyimpan aneka perangkat yang digunakan dalam ritual-ritual keagamaan yang disebut panca yadnya. Secara sederhana, panca yadnya dapat diartikan sebagai persembahan suci dalam lima dimensi spiritual Hindu. Panca yadnya mencakup dewa yadnya (pemujaan pada para dewa), pitra yadnya (pemujaan arwah leluhur), manusa yadnya (ritual penyempurnaan manusia), resi yadnya (pemujaan orang-orang suci/maha resi), dan bhuta yadnya (persembahan bagi sarwa bhuta).
Seluruh koleksi yang dimiliki museum ini dipamerkan di dua galeri yang posisinya berada di sisi depan (selatan) dan tengah museum. Galeri di sisi depan baru dibuka pada 2012. Di galeri ini, disimpan koleksi ogoh-ogoh berukuran raksasa yang merupakan bagian dari ritual bhuta yadnya. Di sisi depan galeri utama yang berada di tengah kompleks, terdapat sebuah panggung amphitheater.
Pada bagian tengah, disimpan peralatan yang berkaitan dengan ritual manusa yadnya. Manusa yadnya dilakukan untuk menyempurnakan kebajikan dalam diri seorang manusia. Yang termasuk dalam ritual ini ada rangkaian tahapan yang dilalui manusia sepanjang hidupnya, mulai dari kehamilan, kelahiran, pubertas, menjelang kedewasaan, hingga kematian.
Salah satu upacara yang diadakan dalam proses kehidupan seseorang dalam masyarakat Bali adalah upacara kelahiran (otonan/pawetonan). Upacara ini diadakan 210 hari setelah bayi dilahirkan. Memasuki usia pubertas, diadakan upacara akil balig (ngaraja sewala) serta upacara mengasah gigi (mapandes) yang memiliki makna pembersihan diri dari hawa nafsu. Memasuki usia dewasa, ritual penting lain yang harus dilalui adalah pernikahan dan perjalanan hidup seseorang akan ditutup dengan upacara kematian – dapat berupa penguburan atau kremasi (ngaben).
Di museum ini, para pengunjang dapat memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan ritual-ritual tersebut beserta maksud yang terkandung di dalamnya. Berbagai peralatan yang berkaitan dengan rangkaian ritual tersebut ditata berurutan sesuai alur kehidupan manusia.
Pada bagian belakang kompleks, sebelah utara, terdapat contoh rumah adat Bali. Rumah adat ini dibangun berdasarkan konsep asta kosala kosali.