Tangan bergelut dengan benang sambil memperhatikan motif pada kain songket menjadi pemandangan yang bisa kita lihat di Desa Sukarara, Nusa Tenggara Barat. Keseharian para perempuan (mulai dari ibu-ibu hingga remaja) di desa yang terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, ini diisi dengan membuat kain songket. Hampir di setiap teras rumah dapat terlihat proses pembuatan salah satu kain tenun khas nusantara.
Menenun memang telah menjadi tradisi di desa yang berjarak 35 kilometer atau sekitar 30 menit perjalanan dari Kota Mataram ini. Sejak usia belia, masyarakat Desa Sukarara dididik cara merangkai benang menggunakan alat tenun tradisional.
Menenun memang telah menjadi tradisi di desa yang berjarak 35 kilometer atau sekitar 30 menit perjalanan dari Kota Mataram ini.
Hal ini dilakukan guna menjaga kelestarian budaya dan seni yang diwariskan turun temurun dari nenek moyang mereka. Selain itu, menenun juga menjadi kewajiban bagi para wanita di Desa Sukarara. Ini sebagai bekal dalam mencari pasangan hidup. Wanita di Desa Sukarara diharuskan bisa menenun sebelum memasuki fase pernikahan.
Kain-kain dengan warna cerah menjadi ciri songket Desa Sukarara. Selain itu, para penenun juga biasa menggunakan motif rumah adat Sasak, lumbung padi, dan binatang tokek untuk motif gambar. Dengan alat yang masih sederhana, benang katun, emas sutera, emas, serta perak disulap menjadi kain songket yang indah untuk dikoleksi.
Kain-kain dengan warna cerah menjadi ciri songket Desa Sukarara.
Selain indah, kain songket Desa Sukarara juga telihat lebih artistik dan eksklusif. Penenun di sini hanya membuat satu motif untuk satu kain. Ini menjadi pembeda antara kain songket Desa Sukarara dengan desa-desa lain yang berada di Lombok.
Pembuatan yang memakan waktu minimal satu bulan juga menjadi faktor kain songket menjadi lebih indah. Kerumitan motif yang diciptakan seakan menghipnotis siapapun yang melihat untuk membeli salah satu kain songket hasil karya masyarakat desa ini.
Pembuatan yang memakan waktu minimal satu bulan juga menjadi faktor kain songket menjadi lebih indah.
Proses pewarnaan kain menggunakan bahan alami. Untuk warna cokelat tanah, misalnya, digunakan biji masam, cokelat tua dari batang pisang, cokelat muda dari batang jati, cokelat kemerahan dari pohon mahoni, dan warna ungu dari kulit manggis atau anggur.
Kecantikan kain songket Desa Sukarara sudah terkenal di kalangan pecinta kain. Bahkan, wisatawan mancanegara. Di desa ini, faktor lama dan kerumitan menjadi nilai yang membuat harga kain tenun songket sedikit lebih mahal.
Kisaran harga mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah harus Anda keluarkan bila ingin membawa pulang kain yang biasa digunakan menjadi baju adat Suku Sasak ini.
Baca juga: Menilik Keindahan Kain Songket Palembang yang Tersohor