Berdiri kokoh di tengah Kota Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, Istana Tua Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang memperlihatkan kejayaan Kesultanan Sumbawa pada zamannya. Dibangun pada 1885, pembangunan istana ini diprakarsai Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III yang menjadi Sultan ke-16 dari Dinasti Dewa Dalam Bawa.
Berbentuk rumah panggung dengan luas bangunan 904 meter persegi, Istana Tua Dalam Loka terlihat sangat megah. Istana yang dibangun dengan bahan kayu ini memiliki filosofi adat berenti ko syara, syara barenti ko kitabullah, yang berarti semua aturan adat istiadat maupun nilai-nilai dalam sendi kehidupan tau Samawa (masyarakat Sumbawa) harus bersemangatkan pada syariat Islam.
Pembangunan istana ini diprakarsai oleh Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III.
Lambang keislaman juga dapat dilihat pada kayu penyangga yang berjumlah 99 yang bila diartikan mempunyai kesamaan dengan sifat Allah SWT (Asma’ul Husna).
Bangunan utama bala rea yang dibangun dengan kayu jati merupakan pengganti kediaman raja yang dulu pernah terbakar saat terjadi letusan bubuk mesiu kerajaan. Dibangun dengan sistem baji, bangunan ini memiliki tingkat kelenturan yang tinggi apabila terjadi gempa bumi.
Istana ini sarat akan lambang keislaman.
Pemilihan selatan sebagai arah hadap rumah pun memiliki makna tersendiri. Berdasar hukum arah mata angin, selatan dipercaya dapat memberikan suasana sejuk, tenteram, damai, dan nyaman. Tidak hanya itu, selatan pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang bisa dibawa ke masa kini.
Awalnya, Istana Tua Dalam Loka berfungsi sebagai kediaman raja. Fungsi itu berubah sejak dibangunnya istana baru pada 1932. Kini, Istana Tua Dalam Loka berfungsi menjadi cagar budaya yang mengingatkan jika dahulu pernah berdiri Kesultanan Sumbawa yang pernah berjaya pada zamannya.