BENTENG ini mudah dikenali. Temboknya tebal dengan ukuran hampir dua meter, berwarna hitam, dan menjulang setinggi hampir lima meter. Gerbang utamanya yang melengkung memberi kesan megah. Sebuah papan nama terpahat pada bagian atas gerbang dan bertuliskan: Fort Rotterdam.
Benteng Fort Rotterdam, atau dikenal juga dengan nama Benteng Ujung Pandang, merupakan bangunan bersejarah di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Jika dilihat dari ketinggian, bentuknya menyerupai penyu yang merayap menuju laut sehingga benteng ini kerap pula disebut Benteng Penyu.
Kendati dibangun berabad-abad lalu, benteng ini masih kokoh. Bukan hanya tampak dari luar. Jika masuk ke dalamnya, Anda akan terpesona dibuatnya. Begitu melewati gerbang utama, Anda akan melihat bangunan-bangunan tua yang masih terjaga dan terawat dengan baik.
Terdapat 16 bangunan dengan arsitektur bergaya Eropa yang berderet mengelilingi dinding bagian dalam benteng. Semua bangunan menggunakan atap berbentuk pelana dengan kemiringan yang tajam dan memiliki banyak pintu dan jendela.
Sebuah taman hijau nan asri berada di tengah-tengah benteng. Rumput-rumputnya tertata dan rapi. Halamannya bersih. Benar-benar tempat yang layak dikunjungi.
Keberadaan Benteng Fort Rotterdam tak bisa dilepaskan dari kehadiran Kongsi Dagang Belanda (VOC) di Sulawesi. Mereka datang untuk berdagang di Pelabuhan Ujung Pandang milik Kerajaan Gowa yang ramai.
Saat itu Gowa tumbuh sebagai kekuatan politik dan militer yang kuat. Untuk melindungi pusat pertahanan di Somba Opu, Gowa membangun 17 benteng. Yang paling megah adalah Benteng Ujung Pandang.
Andi Muhammad Said dkk dalam Bangunan Bersejarah di Kota Makassar menyebut benteng ini mulai dibangun pada 1545 semasa Raja Gowa IX. Arsitekturnya mengadopsi gaya Portugis; berbentuk segi empat dan berbahan dasar campuran batu dan bata. Pada masa Raja Gowa XIV, tembok benteng diganti dengan batu padas hitam, batu karang, dan bata dengan perekat kapur dan pasir. Pada tahun berikutnya, dibangun lagi tembok kedua di dekat pintu gerbang.
Namun VOC yang dipimpin Gubernur Jenderal Admiral Cornelis Janszoon Speelman menyerang dan berhasil memaksa Gowa menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Semua benteng dirobohkan, kecuali Benteng Ujung Pandang. Bagian benteng yang hancur kembali dibangun oleh Speelman dengan gaya arsitektur Belanda. Nama benteng pun diubah menjadi Fort Rotterdam, sesuai tempat kelahiran Speelman.
“Fort Rotterdam menjadi satu-satunya benteng yang dibangun di Makassar pada abad 17-18 dan menjadi simbol hegemoni VOC di wilayah Sulawesi Selatan,” catat Djoko Marihandono dalam “Perubahan Peran dan Fungsi Benteng” dimuat Wacana, Vol. 10 No. 1, 2008.
Benteng Rotterdam difungsikan sebagai markas komando pertahanan, kantor perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan di wilayah timur Nusantara. Bahkan di sekitar benteng tumbuh permukiman penduduk. “Bersamaan dengan perluasan dan pembangunan baru yang bersumber dari benteng, Makassar tumbuh menjadi kota dengan tata ruang kolonial,” catat Djoko Marihandono.
Menurut Dias Pradadimara dalam “Penduduk Kota, Warga Kota, dan Sejarah Kota: Kisah Makassar” di buku Kota Lama, Kota Baru suntingan Freek Colombijn, hal ini menandakan keterputusan historis dengan Benteng Somba Opu yang terletak di sebelah selatannya, “kota lama” yang pernah jadi pusat Kerajaan Gowa.
Setelah beberapa kali beralih fungsi, benteng ini diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1970. Benteng Fort Rotterdam, yang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya tahun 2010, menjadi objek wisata yang menarik untuk dikunjungi.
Benteng Fort Rotterdam memiliki luas sekira 3 hektar. Ada lima bastion (pos penjagaan) di setiap sudut benteng: Bone, Bacan, Buton, Mandarasyah, dan Amboina. Tiap bastion dihubungkan dengan dinding benteng, kecuali bagian selatan. Untuk naik ke bastion terdapat terap dari susunan batu padas hitam dan batu bata. Bastion memiliki celah yang berfungsi sebagai tempat mengintai atau menembak.
Terdapat pula parit yang terletak berdampingan dengan tembok pertahanan. Bentuknya aslinya memanjang dan mengikuti bentuk site plan benteng yang menyerupai penyu. Namun sebagian besar parit telah ditimbun untuk pembangunan rumah dan gedung di sekitarnya. Hanya menyisakan sekira 300 meter yang terletak di bagian selatan benteng.
Menyusuri sudut-sudut benteng dan lorong-lorong bastion begitu menyenangkan. Anda juga bisa memasuki ruangan sempit tempat penahanan Pangeran Diponegoro, pemimpin Perang Jawa. Sel ini memiliki ruangan yang sempit dengan atap melengkung dan pintu yang rendah.
Tak perlu membayangkan suasana seram dan angker saat mengunjungi benteng tua ini. Sebab, tempat bersejarah ini tak kosong melompong. Benteng ini dimanfaatkan pemerintah setempat sebagai perkantoran dan Pusat Kebudayaan Makassar sehingga terlihat bersih, rapi, dan terawat.
Selain melihat-lihat benteng secara gratis, pengunjung juga bisa mendatangi Museum La Galigo untuk mempelajari sejarah dan budaya Sulawesi Selatan dari masa prasejarah hingga modern. Museum itu memiliki banyak koleksi fosil bebatuan dan senjata-senjata kuno milik masyarakat Sulawesi Selatan. Ada juga miniatur kapal Phinisi, yang menunjukkan budaya melaut orang Sulawesi Selatan.
Di sekitar benteng terdapat galeri seni, toko souvenir, dan toko yang menjual buku-buku hikayat dan sejarah kepahlawanan kota ini. Sebuah destinasi wisata sejarah yang lengkap dan menambah pengetahuan.
Imbas dari pembangunan kota, di sekitar benteng berdiri bangunan-bangunan bertingkat berupa ruko dan hotel dengan mengambil latar pantai. Di satu sisi mengganggu pemandangan benteng tapi di sisi lain memberi kemudahan bagi Anda yang mengunjungi benteng ini.
Benteng Rotterdam terletak di Jalan Ujung Pandang No. 1, Kelurahan Bulogading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Lokasi benteng mudah dijangkau karena terletak di dalam kota Makassar, tepatnya berada di depan pelabuhan laut kota Makassar. Jaraknya sekitar dua kilometer dari Pantai Losari. Dari Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin bisa ditempuh sekitar 30 menit mengendarai mobil atau motor. Sementara dari Pelabuhan Soekarno-Hatta hanya 15 menit.*