Maluku dan Papua menyimpan lanskap rasa yang tumbuh dari keseharian masyarakatnya, serta kekayaan laut dan darat yang melingkupinya. Di wilayah yang dulu menjadi simpul rempah dunia, kuliner hadir bukan sekadar pemenuh kebutuhan, melainkan bagian dari cara hidup yang menyatu dengan alam dan tradisi.

Dari Ternate, boboto dan gohu ikan mencerminkan kepekaan dalam mengolah laut menjadi sajian bermakna. Di Ambon, ikan asar dan sagu bakar menjadi simbol kebersahajaan sehari-hari. Dari Papua, papeda dan ikan kuah kuning menyatukan keluarga dalam satu meja, sementara sei dari Rote dan dendeng rusa dari pegunungan menunjukkan kecerdikan mengolah hasil buruan. Ulat sagu pun menjadi sumber protein penting—menegaskan hubungan yang erat antara manusia dan alam.

Kuliner Maluku dan Papua menunjukkan bahwa rasa tak hanya berasal dari bumbu—tapi dari alam yang dijaga, nilai yang dipegang, dan cara hidup yang tetap terhubung pada akar.