Produksi ke-25 Program Indonesia Kita "Laskar Bayaran" - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Produksi ke-25 Program Indonesia Kita “Laskar Bayaran”

produksi-ke-25-program-indonesia-kita-laskar-bayaran.jpg

Produksi ke-25 Program Indonesia Kita “Laskar Bayaran”

Program Indonesia Kita 2017 "Lintas Benua, Silang Budaya" kembali menampilkan karya terbarunya di atas panggung dengan lakon Laskar Bayaran yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation

Agenda Budaya

Program Indonesia Kita 2017 “Lintas Benua, Silang Budaya” kembali menampilkan karya terbarunya di atas panggung dengan lakon Laskar Bayaran yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Produksi ke-25 Indonesia Kita ini dipentaskan pada 25 dan 26 Agustus 2017 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Sebagai rekaman sejarah dan kebudayaan, wayang merupakan satu wujud nyata yang unik dan otentik dari Lintas Benua, Silang Budaya. Bermula dari kisah Mahabarata dan Ramayana, wayang mengalami perkembangan gagasan dan tafsir dari waktu ke waktu. Sejarah wayang yang panjang telah menandai proses akulturasi dari generasi ke generasi dengan beragam pendekatan kebudayaan.

“Lakon Laskar Bayaran akan menjadi pertunjukan yang beda. Indonesia Kita, mengundang Putu Fajar Arcana untuk ikut terlibat dalam proses kreatif pementasan ini. Ragam bentuk, gaya panggung dan cerita dipentaskan secara lebih modern dengan tata artistik yang kuat. Melalui tiga generasi Sidia akan terlihat bagaimana wayang berkembang dari generasi ke generasi,” ujar Agus Noor, sutradara dan penulis naskah Laskar Bayaran.

Dalam lakon ini, akan menampilkan I Made Sidia, seorang dalang wayang asal Bali dan merupakan sosok yang dapat menggambarkan bagaimana wayang dapat dipresentasikan secara modern tanpa menghilangkan filosofinya. Mengikuti jejak I Made Sidja alias Bapa Sidja, sang ayah yang sudah dikenal lama sebagai seniman Bali, I Made Sidia dan kini juga anaknya, I Kadek Sugi Sidiarta, akan merespons wayang dengan teknik yang berbeda.

Berlatar waktu tahun 2099 dan dipentaskan dengan gaya futuristik, Laskar Bayaran bercerita tentang korporasi global bernama “Paradize Capitol Corporation” menguasai sebuah negara dan rakyat hidup dalam koloni yang serba tertib. Persoalan hidup sehari-hari, cinta, pikiran sampai kegiatan ritual, diatur secara ketat dan dikenai pajak oleh Paradize Capitol Corporation. Untuk menjaga ketertiban itu, Paradize Capitol Corporation membentuk Laskar Bayaran, yang bertugas mengawasi dan mengontrol kehidupan rakyat. Laskar Bayaran tak segan-segan, bahkan mengurusi soal-soal seputar ritual keagamaan, hingga dunia roh-roh. Di negeri koloni itu, roh pun harus membayar pajak.

Di tengah kehidupan yang serba tertib itu, ada satu wilayah yang belum tertaklukkan oleh Paradize Capitol Corporation, sebuah daerah misterius dan gaib bernama Hutan Gandamayu, yang dihuni para roh leluhur. Di hutan ini masih tersisa romantisme masa silam. Ada ekspatriat yang hidup damai di Hutan Gandamayu dan disebut sebagai The Last Bules. The Last Bules dijaga agar tidak punah. Sebab kepunahan berarti kehilangan aset pariwisata. Tanpa para The Bules, segala jenis ritual warisan leluhur tak akan pernah bisa diwariskan.

Hutan Gandamayu dianggap sebagai wilayah terlarang oleh Paradize Capitol Corporation, sebab hutan gaib itu digunakan rakyat sebagai tempat untuk melakukan perlawanan. Rezim Paradize Capitol Corporation menganggap mereka yang tinggal di Hutan Gandamayu sebagai para pemberontak. Laskar Bayaran digerakkan untuk menaklukkan para pemberontak itu. Berbagai siasat dan intrik dijalankan untuk menghentikan perlawanan. Kejutan demi kejutan bermunculan, dan akhirnya membuka apa yang sebenarnya disembunyikan di balik siasat dan intrik itu.

Pementasan lakon ini dimeriahkan pula dengan penampilan Lola Amaria, Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Agung Ocha, Angelina Arcana, Jean Couteau, Pino Confessa, Trio GAM (Gareng, Wisben, Joned), Anggis Devaki, Melyananda, dan Clekontong Mas. Tampilan artistik panggung ditangani oleh Ong Hari Wahyu, didukung dengan elemen wayang listrik karya I Made Sidia yang megah dan kaya ekspresi visual. Pentas ini juga diperkaya dengan musik yang ditata oleh Balawan, gitaris asal Bali yang dikenal memiliki “magic finger” serta Balawan Gamelan Fusion.

“Butet Kartaredjasa, Agus Noor, dan Djaduk Ferianto dilengkapi oleh Putu Fajar Arcana yang menjadi tim kreatif Indonesia Kita merupakan para seniman yang konsisten dalam menghasilkan karya penuh makna di atas panggung teater Indonesia dan selalu mendapat apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat. Bersama seniman asal Bali seperti I Made Sidia dan Balawan, para pelaku seni kebanggaan Indonesia ini membangun ruang presentasi untuk menyalurkan ide dan ekspresi kecintaan mereka pada Indonesia seperti yang bisa disaksikan dalam lakon ini. Pementasan ini akan menjadi refleksi hari ini, dan masa depan yang dikemas dan ditampilkan secara kreatif,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Semoga kegiatan ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat terutama generasi muda untuk terus berkarya serta meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia.

Tagar: