Inspirasi dari Laku Bima - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Inspirasi dari Laku Bima

pertunjukan-wayang-kulit-kebangsaan-bima-maneges.jpg

Inspirasi dari Laku Bima

Masalah akan selalu muncul di setiap zaman. Tapi ada yang lari dan hanya sedikit yang memilih laku prihatin.

Agenda Budaya

SITUASI negara lagi kacau. Semua sektor kehidupan dalam keadaan tak menentu. Angkara murka merajalela. Penguasa dan para pejabat sibuk memikirkan kepentingan sendiri dan lari dari tanggung jawab. Banyak orang meninggalkan ibadah dan menjauhi Sang Pencipta. Bumi Ngamarta berada di tebing kehancuran.

Sebagai ksatria dan “wakil rakyat”, Bima resah dan merasa terpanggil untuk menyelesaikan masalah ini. Dia pun memutuskan bertapa untuk mencari ilmu dan dikenal sebagai Resi Gupala. Dia melakukan perjalanan meninggalkan raganya di pesanggarahan Bumi Aldaka di wilayah Ngastina untuk menemui Batara Bayu. Dia mencari petunjuk supaya kerajaan Ngamarta kembali aman, tentram, dan sejahtera seperti semula.

Bumi Aldaka yang dulu sepi, tidak ada apa-apa, berubah jadi ramai orang sejak ada ada Resi Gupala.

Di istana kerajaan Ngastina, Prabu Duryudana resah. Kepada Sengkuni dan Begawan Durna, dia berkata bahwa dirinya tak suka dengan keberadaan Resi Gupala di Bumi Aldaka. Dia menganggap Resi Gupala sedang mempengaruhi rakyat Ngastina. Dia menuding Resi Gupala sedang menyusun kesaktian dan kekuatan untuk menggulingkan kekuasaannya.

Lalu datanglah raja dari ujung laut bernama Prabu Tejolelono yang ingin berguru kepada begawan Durna. Situasi ini dimanfaatkan Begawan Durna untuk membantu Prabu Duryudana.

Begawan Durna setuju dan menerima Tejolelono sebagai murid dengan satu syarat: mengambil Resi Gupala di Bumi Adaka dan menyerahkannya kepada Prabu Duryudana.

Tejolelono pun pergi ke Bumi Aldaka ditemani Sengkuni dan para Kurawa. Di pintu gerbang pesanggrahan Bumi Aldaka, terjadilah pertempuran antara Tejolelono dan Mayang Seta, juru kunci pesanggrahan. Tejolelono menendang Mayang Seta sampai terpental dan kembali ke wujud aslinya, yaitu Anoman. Anoman meninggalkan peperangan untuk menemui roh Bima di kahyangan. Sementara Tejolelono melanjutkan perjalanan menuju keberadaan Resi Gupala.

Tejolelono bertemu dengan Antasena, Anoman, dan Gathotkaca, yang sudah siap menjaga keselamatan Resi Gupala. Pertempuran kembali pecah. Tapi, lagi-lagi, Tejolelono berhasil memenangi pertarungan sehingga melanjutkan perjalanannya menuju keberadaan Resi Gupala. Pada akhirnya Tejolelono berhasil membawa Resi Gupala dan menyerahkannya kepada Prabu Duryudana.

Prabu Duryudana senang dan berencana membakar Resi Gupala di alun-alun. Namun, saat akan dibakar, Bima hidup kembali. Terjadilah perang sengit antara pihak Prabu Duryudana melawan pihak Bima. Di akhir cerita, Bima mampu mengalahkan bala Kurawa.

Demikianlah petunjukan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon “Bima Maneges” yang digelar di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pada 7 Januari 2017. Pertunjukan ini diprakarsai oleh Kerukunan Sutresna Wayang Indonesia (Kresna Wangi) Kabupaten Kudus, organisasi seni budaya yang memberi perhatian untuk ndhudhuk, ndhudah dan ngrembakake (menggali, mengurai dan mengembangkan) serta melestarikan seni tradisional wayang kulit.

Pertunjukan wayang kulit ini menampilkan dalang, waranggana (sinden), pengrawit (pemain gamelan) senior dan yunior, serta lawak yang kocak untuk menghibur masyarakat. Kehadiran seniman lintas generasi dimaksudkan untuk kaderisasi. Jadi, seniman senior membina, menuntun, dan mendampingi yang yunior.

Didukung Bakti Budaya Djarum Foundation, pertunjukan wayang kulit ini sukses menghibur masyarakat. Lakon “Bima Maneges” pun terbilang menarik.

Amir Mertosedono dalam buku Sejarah Wayang: Asal-usul, Jenis dan Cirinya membagi lakon wayang menjadi tiga, yaitu lakon pokok atau dikenal juga lakon galur atau lakon babon, lakon carangan atau lakon gubahan, dan lakon sempalan.

Lakon pokok adalah lakon yang masih mengikuti cerita klasik seperti Baratayuda dan Ramayana. Lakon carangan adalah lakon yang masih mengambil unsur-unsur dalam lakon pokok, tetapi sudah diberi bentuk, cerita, dan penyajian baru. Lakon sempalan adalah lakon yang sama sekali lepas dari cerita pokok. Dalam isi, lakon sempalan wayang berisi tentang ilmu kebatinan, wejangan sangkan paraning dumadi yang berkaitan dengan asal dan tujuan dari penciptaan manusia dan alam semesta.

Menurut Retno Widhya Astuti dalam “Struktur Dramatik Lakon Bima Maneges Karya Ki Anom Suroto”, skripsi pada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang tahun 2011, lakon “Bima Maneges” karya Ki Anom Suroto tergolong lakon sempalan atau bagian tertentu dari lakon baku yaitu Bima Suci. Anom Suroto sendiri merupakan salah satu dalang kondang dalam dunia wayang kulit. Dia terkenal dengan suluknya –nyanyian atau olah vokal dari dalang ketika akan memulai suatu adegan (babak).

Jika merujuk Djoko Dwiyanto dalam Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dikutip suaramerdeka.com 15 Desember 2017, manages berasal dari kata “teges” yang berarti “jelas”. Maneges juga bisa diartikan upaya terus-menerus mencari dalam setiap zaman guna menghadapi segala problematika kehidupan dunia. Dalam konteks ini Bima mencari kejelasan dengan bertapa untuk mengenali diri sendiri sekaligus mencari solusi atas persoalan yang tengah terjadi.

Pertunjukan wayang kulit ini merupakan tradisi yang biasa dilakukan Kresna Wangi Kabupaten Kudus. Setiap pergantian tahun, Kresna Wangi memberikan hiburan segar kepada masyarakat berupa pagelaran wayang kulit dengan tema yang disesuaikan kondisi saat itu.

Dalam setiap pagelaran wayang kulit, Kresna Wangi tentu tak sekadar ampyak awur-awur atau latah asal-asalan. Ada tema dan pesan yang hendak disampaikan. Yakni, turut menciptakan iklim sejuk, semangat persatuan dan kesatuan, serta mengajak masyarakat untuk guyub rukun dalam membangun dan optimis menapak tahun baru. Kegiatan ini juga diharapkan mampu menginspirasi masyarakat, terutama generasi muda, untuk terus berkarya serta mencintai dan bangga sebagai bangsa Indonesia.*