Pentas Pembacaan Dramatik Landung Simatupang Baca Babad Diponegoro - Indonesia Kaya

Cari dengan kata kunci

Pentas Pembacaan Dramatik Landung Simatupang Baca Babad Diponegoro

AGENDA-BUDAYA-PENTAS-PEMBACAAN-THUMBNAIL

Pentas Pembacaan Dramatik Landung Simatupang Baca Babad Diponegoro

November 2011, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) menerbitkan terjemahan Parakitri T. Simbolon dari karya sejarawan Inggris Peter Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855 (The Power of Prophecy, Prince Dipanagara and the end of an old order in Java, 1785-1855), dalam tiga jilid.

Agenda Budaya

November 2011, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde) menerbitkan terjemahan Parakitri T. Simbolon dari karya sejarawan Inggris Peter Carey, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa 1785-1855 (The Power of Prophecy, Prince Dipanagara and the end of an old order in Java, 1785-1855), dalam tiga jilid. Dalam prakata edisi pertama buku asli yang terjemahannya disertakan dalam  buku terbitan KPG itu Peter Carey, mengacu pada Perang Jawa dan Pangeran Diponegoro, antara lain menulis:

“Bagi orang Jawa, perang lima tahun ini berdampak sangat luas: mungkin inilah pertama kali pemberontakan pecah di lingkungan salah satu keraton Jawa tengah-selatan yang pokok masalahnya terletak lebih pada kesulitan ekonomi daripada ambisi kekuasaan seorang kerabat keraton. Munculnya seorang pemimpin yang sangat berwibawa seperti Pangeran Diponegoro (1785-1855), yang menyebut dirinya Ratu Adil Jawa, berdaya guna menghimpun beraneka ragam unsur masyarakat di bawah panji tunggal Islam-Jawa. Aneka pengharapan yang meluas akan penyelamatan Ratu Adil memukau jiwa para petani dan meningkatkan rasa tidak puas ekonomi, yang sudah menumpuk sejak awal abad kesembilan belas. Wawasan perang suci (perang sabil), penggambaran yang akrab dikenal dalam ceritera wayang kulit, dan rasa-birasa asali Jawa berupa kerinduan mendalam terhadap tatanan lama yang adiluhung – yang diperikan oleh Diponegoro sebagai “memulihkan keluhuran agama Islam di seluruh Jawa” – semuanya membantu terbentuknya suatu jati diri bersama di kalangan pengikut sang Pangeran”.

Tanggal 23 Juni tahun ini UNESCO, organisasi PBB untuk pendidikan, keilmuan dan kebudayaan, menetapkan Babad Diponegoro sebagai bagian dari pentas budaya ingatan kolektif dunia (international Memory of the World).  Babad Diponegoro adalah karya tulis otobiografis Pangeran Diponegoro yang beliau gubah tahun 1831-1832 dalam pengasingan di Manado, Sulawesi Utara. Catatan UNESCO mengenai Babad Diponegoro antara lain berbunyi,

“Ini catatan pribadi seorang tokoh kunci dalam sejarah Indonesia modern. Ini juga merupakan otobiografi pertama dalam kesusastraan Jawa modern, dan menunjukkan kepekaan luar biasa terhadap berbagai keadaan dan pengalaman setempat”.

Terkait dengan ulasan Peter Carey dalam bukunya, di antara sekian ratus sumber tertulis lain, Babad Diponegoro merupakan salah satu sumber acuan terpenting.

Pergelaran pembacaan pentas budaya Sang Pangeran di Keresidenan oleh Landung Simatupang yang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation ini didorong oleh kehendak menyatakan syukur dan penghargaan sehubungan dengan dua peristiwa pentas budaya penting berupa penerbitan buku dan penetapan UNESCO tersebut. Tetapi tentu saja yang melatarbelakangi syukur dan penghargaan atas dua hal itu itu tak lain ialah penghormatan yang tinggi terhadap ketokohan Pangeran Diponegoro.

Bahan bacaan dalam pergelaran kali ini terutama diambil dari Jilid 2 buku Kuasa Ramalan, khususnya Bab XII yang bertajuk “Derita yang Tak Terpikul”, dengan fokus pada penangkapan Pangeran Diponegoro sebelum beliau dibawa ke Semarang, lalu Batavia (Jakarta), kemudian ke pengasingan di Manado, Sulawesi Utara. Sumber lain adalah Babad Diponegoro yang ditulis dalam gagrak (genre) puisi Jawa untuk ditembangkan.

Pergelaran pentas budaya ini dilaksanakan di pendapa ex-keresidenan Kedu di Magelang, tempat peristiwa bersejarah yang dikisahkan terjadi sekitar 183 tahun silam. Dalam hal ini pergelaran Sang Pangeran di Keresidenan mewujudkan upaya menyegarkan ingatan bersama tentang nilai historis warisan fisik yang sepatutnya dirawat lebih serius demi tanggung jawab terhadap generasi-generasi mendatang.

Pergelaran pembacaan oleh Landung Simatupang bertajuk Sang Pangeran dengan bahan bersumber pada Kuasa Ramalan dan Babad Diponegoro ini juga akan dilaksanakan sekurangnya di tiga kota lain : Yogyakarta, Jakarta, Makassar, dengan menampilkan babakan berbeda-beda dari sejarah Perang Jawa dan biografi Sang Pangeran.

Jadwal kegiatan adalah :

24 November 2013 bertempat di Kantor Bakorwil II Magelang
4 Januari 2014 bertempat di Monumen Sasana Wiratama Yogyakarta
10 Mei 2014 bertempat di Museum Fatahiilah Jakarta
17 Juni 2014 bertempat di Benteng Fort Rotterdam Makassar

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi panitia, Ina Prihaksiwi 0818 266 035

Tagar: